Archive for the ‘semester 6 pendidikan agama hindu 2014’ Category

crew

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perguruan tinggi merupakan suatu lembaga pendidikan yang harus memiliki tujuan dan sasaran yang jelas ke depannya bagi kelangsungan perguruan tinggi itu sendiri, masyarakat, maupun lulusan yang dicetak oleh perguruan tinggi tersebut. IHDN Denpasar merupakan perguruan tinggi yang bernafaskan agama Hindu, dalam pendiriannya tidak bisa terlepas dari unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni yang terdiri dari Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian. Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam penerapannya selalu dilaksanakan secara beriringan dan terprogram secara jelas dan sistematis. Hal ini dibuktikan pada pelaksanaan pendidikan yang jelas dilaksanakan setiap hari kuliah. Setelah itu program yang kedua adalah pengabdian yang diimplementasikan dengan suatu kegiatan yang biasa disebut dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sedangkan penelitian merupakan tugas akhir dari program S1 yang diimplementasikan dengan penyusunan suatu karya ilmiah yang disebut dengan skripsi.
Dari sedikit pemaparan di atas, program yang sedang dilaksanakan oleh Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi yang kedua yakni pengabdian. Pengabdian ini diwujudkan dengan pelaksanaan KKN yang dilaksanakan di beberapa wilayah khususnya di Pulau Bali. Pengabdian ini merupakan program bertujuan untuk memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat khususnya tentang pembentukan moral dan keagamaan karena dengan latar belakang IHDN Denpasar adalah suatu lembaga pendidikan Hindu. Maka yang menjadi dasar utama pelaksanaan program KKN ini adalah lebih banyak menyasar pada bidang keagamaan khususnya agama Hindu.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan langkah awal bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat di ruang kelas tentang cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Mahasiswa dituntut agar dapat membaca situasi dan kondisi di lapangan sebelum melaksanakan suatu kegiatan agar masyarakat tidak merasa dirugikan serta masyarakat mendapat manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. KKN juga merupakan program penting untuk membentuk karakter mahasiwa yang tanggap dan peduli dengan keadaan di masyarakat, sehingga nantinya setelah benar-benar menjadi seorang sarjana yang identik dengan orang yang berpendidikan tinggi mampu membangun dan meningkatkan SDM serta kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Dari latar belakang inilah, maka penting sekali diadakannya Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya bagian Pengabdian.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimanakah eksistensi agama Hindu di Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
  2. Bagaimanakah Pemahaman Masyarakat di Desa Kedonganan Terhadap Ajaran Agama Hindu?
  3. Apakah Upaya yang dilakukan oleh Mahasiswa KKN Angkatan XI IHDN Denpasar dalam Meningkatkan Pemahaman Masyarakat Lebih Tentang Ajaran Agama Hindu?

C. Tujuan
Adapun beberapa tujuan tentang dilaksanakannya Kuliah Kerja Nyata (KKN) XI IHDN Denpasar di Desa Adat Kedonganan, Kec. Kuta, Kab. Badung adalah sebagai berikut:

  1. Sebagai wujud pelaksanaan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi (bagian pengabdian) yakni pengabdian mahasiswa Hindu pada masyarakat.
  2. Untuk merealisasikan ilmu yang telah didapat di kampus untuk direalisasikan di masyarakat.
  3. Sebagai media untuk dapat berinteraksi pada masyarakat dan berusaha tanggap dengan keadaan yang ada di masyarakat sebagai ajang persiapan sebelum terjun langsung di masyarakat setelah nantinya lulus sebagai seorang sarjana yang mampu menjadi ujung tombak pembangunan baik di bidang moral maupun spiritual di masyarakat.

D. Waktu dan Tempat
Waktu : 01 Juli – 31 Agustus 2014
Tempat : Desa Adat Kedonganan, Kec. Kuta, Kab. Badung.

E. Langkah Kerja
Adapun langkah kerja Mahasiswa KKN Angkatan XI IHDN Denpasar sebagai berikut :
1. Bidang Keagamaan dan Budaya
a. Penyegaran Pemangku, Prajuru Adat dan Serati Banten
b. Pelatihan Yoga Asanas
c. Pelatihan Dharmagitha
2. Bidang Pendidikan
a. Dharma Tula “Kepemimpinan Hindu”
b. Seminar Narkoba dan HIV AIDS
c. Pesraman Kilat SD
3. Bidang Lingkungan Hidup
a. Bakti Sosial
b. Penanaman Pohon

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI DESA


A. Profil Penduduk
Desa Adat Kedonganan memiliki wilayah yang tidak begitu luas, sekitar 1 Km². Jarak antara batas selatan (Desa Adat Jimbaran) dengan batas utara (Desa Adat Kelan) hanya 1km. Begitu juga jarak antara pantai timur dengan pantai barat sekitar 1 km. Karena itulah, Kedonganan sering disebut sebagai desa satu kilometer.
Wilayah yang sempit menyebabkan kepadatan penduduk di Kedonganan tergolong sangat tinggi. Jumlah krama Desa Adat Kedonganan hingga tahun 2012 mencapai 5.097 jiwa dengan 1.072 kepala keluarga (KK). Krama lanang (laki-laki) sebanyak 2.512 jiwa, sedangkan krama istri (perempuan) sebanyak 2.585 jiwa. Sedikit lebih banyak krama perempuan, memang.
Sebagai desa pesisir dan kini berkembang sebagai kawasan wisata, Desa Adat Kedonganan juga menjadi tujuan krama tamiu (penduduk pendatang). Kehadiran krama tamiu itu menyebabkan jumlah total penduduk Kedonganan meningkat menjadi 5.639 jiwa atau 1.257 KK. Ini hanyalah jumlah penduduk tetap yang teregistrasi. Belum termasuk penduduk musiman dan penduduk liar yang tak tercatat.
Desa Adat Kedonganan ditopang oleh enam banjar adat dan dinas. Keenam banjar adat dan dinas itu yakni Banjar/ Lingkungan Kubu Alit, Ketapang, Banjar Anyar Gede, Banjar Pasek, Kerthayasa, dan Banjar Pengenderan.
No. Nama Banjar Jumlah Kepala Keluarga (KK) Jumlah Penduduk
1 Kubu Alit 147 687
2 Ketapang 258 1.113
3 Anyar Gede 184 845
4 Kerthayasa 156 648
5 Pasek 257 1.016
6 Pengenderan 255 1310
Jumlah 1.257 5.639
Sumber : Pemerintah Kelurahan Kedonganan, Oktober 2012

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN


A. Rekapitulasi Kegiatan
Adapun Rekapitulasi Program Kerja yang terlaksana ter tgl 11 Juli 2014 sampai dengan 22 Agustus 2014 adalah sebagai berikut.

B. Uraian Kegiatan
3.1 Bidang Keagamaan dan Budaya
1. Penyegaran Pemangku, Serati Banten dan Prajuru Adat
a. Latar Belakang
Agama Hindu adalah agama yang besar, besar dalam artian ajaran dan juga toleransi baik pada umatnya sendiri maupun pada umat lain disekitarnya. Hal ini juga tidak terlepas dari satu ajaran tentang Catur Warna yang terdiri dari Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari pembagian swadharma inilah maka akan timbul adanya suatu keharmonisan dan suatu keseimbangan di masyarakat itu sendiri.
Dengan adanya catur warna inilah segala tugas dan kewajiban di masyarakat semakin mudah dikoordinasikan dan selalu berjalan beriringan untuk mencapai suatu keharmonisan. Ini terwujud dengan adanya tugas dari masing-masing swadharmanya tersebut contohnya untuk yang menangani masalah kegiatan agama yang punya tugas untuk memimpin adalah para Brahmana. Sedangkan untuk masalah pemerintahan yang ada di desa dipimpin oleh para kaum ksatria yang bisa dikatakan juga oleh para pemerintahan desa atau prajuru desa. Begitupula dengan kaum waisya yang mengambil peran di bidang pertanian dan juga pada kaum sudra yang menangani masalah perdagangan. Jika dari keempat komponen ini bisa berjalan beriringan maka akan timbul suatu keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai pemegang peranan penting dalam melaksanakan suatu upacara agama dan sebagai orang yang dijunjung tinggi sebagai penuntun umat, kaum brahmana harus memiliki pengetahuan tentang ajaran agama yang banyak serta mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-harinya. Mampu menjadi pencerah atau penerang bagi umatnya yang sedang dalam kegelapan. Untuk menunjang serta memberikan pendalaman materi tentang ajaran agama Hindu, maka dari itu diperlukan juga sebuah pelatihan atau pendidikan dalam memantapkan tugas-tugasnya sebagai seorang brahmana. Hal ini diperlukan karena masih banyak para brahmana atau para pemangku yang belum paham akan tugas serta wewenangnya dalam melaksanakan swadharmanya sebagai seorang pemangku. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pendidikan atau pelatihan dan juga penataran-penataran yang mengarahkan serta menjelaskan tugas-tugas serta wewenang sebagai seorang pemangku. Penjelasan itu bisa menyangkut sasana kepemangkuan yaitu mengenai tugas, kewajiban, serta wewenang seorang pemangku dalam menjalankan swadharmanya sebagai seorang penuntun umat Hindu.
Selain seorang pemangku, komponen penting lainnya adalah seorang serati banten. Mereka juga memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu upacara keagamaan. Karena serati banten adalah yang mengetahui serta yang membuat segala macam banten yang dibutuhkan untuk upacara agama tersebut. Maka dari itu dua komponen ini harus sama-sama memiliki pengetahuan yang banyak mengenai agama Hindu. Karena selain dituntut untuk bisa membuat sebuah banten, serati juga harus mengatahui makna banten yang dibuatnya itu serta tahu tata aturan dalam pembuatan banten.
Berdasarkan atas penjabaran di atas maka sangat penting dilaksanakannya kegiatan Penyegaran Pemangku, Serati Banten dan Prajuru Adat karena selama ini kita ketahui masih banyak pemangku, serati banten dan Prajuru Adat yang belum mengetahui secara pasti mengenai tugas-tugas serta kewajiban dan juga larangan-larang dalam melaksanakan tugasnya. Maka dengan diadakannya Penyegaran Pemangku, Serati Banten dan Prajuru Adat ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mantap akan tugas-tugas atau swadharmanya sebagai seorang pemangku, Serati banten dan Prajuru Adat dengan kaitannya dengan kegiatan keagamaan di masyarakat.
Maka dari itu, kami dari KKN ANGKATAN XI IHDN Denpasar yang kali ini bekerja sama dengan pihak Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung bermaksud untuk mengadakan suatu pemantapan terhadap para pemangku, serati banten dan prajuru adat agar lebih mantap dalam menjalankan tugasnya di masyarakat dalam mencapai suatu keharmonisan.

mang

b. Sasaran
1. Meningkatkan pemahaman terhadap tugas dan kewajiban seorang pemangku dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Sradha dan Bakti di Desa Adat Kedonganan
2. Meningkatan pemahaman terhadap tugas dan kewajiban seorang serati dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Sradha dan Bakti di Desa Adat Kedonganan
3. Meningkatkan pemahaman terhadap tugas dan kewajiban seorang prajuru adat dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Sradha dan Bhakti di Desa Adat Kedonganan

c. Tujuan
1. Memantapkan tugas para pemangku, serati banten dan prajuru adat di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat desa.
2. Sebagai bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat di Desa Adat Kedonganan sehingga terjadi interaksi yang baik antara mahasiswa dengan masyarakat khususnya dalam hal Agama Hindu.

2. Pelatihan Dharmagitha
a. Latar Belakang
Rutinitas Umat Hindu tidak terlepas dari berbagai pendukung kegiatan upacara yadnya. Baik banten, gong/angklung, tari wali dan dharmagita (lagu keagamaan). Tidak lengkap ketika upacara berlagsung tanpa iringan mantra maupun lagu-lagu pujaan.
Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan tentang pentingnya dharmagita bagi masyarakat Hindu harus tetap ditanamkan. Tidak hanya difungsikan ketika adanya upacara (Panca Yadnya) tetapi juga dalam keseharian dapat memberi manfaat dalam kesehatan (pernapasan), maupun mental spiritual manusia.
Sehingga pengetahuan dan praktek dharmagita ini yang lebih difokuskan untuk kidung-kidung Dewa Yadnya, sloka dan palawakya di Desa Adat Kedonganan kami bina dengan seksama. Sehingga pelatihan dharmagita yang diporoleh di kampus IHDN Denpasar dapat diteruskan di masyarakat dan memberi manfaat baik untuk diri sendiri maupun kehidupan spiritual keagamaan.
a. Sasaran
1. Anak-anak, remaja dan dewasa, meningkatkan pemahaman tentang dahrmagita khususnya kidung-kidung keagamaan sebagai sarana pemujaan dan menghubungkan diri dengan tuhan.
2. Menambah koleksi kidung untuk masyarakat.
b. Tujuan
1. Untuk memperdalam pemahaman masyarakat akan pentingnya dharmagita di setiap ritual keagamaan.
2. Untuk pembiasaan masyarakat melantunkan kidung suci keagamaan sebagai salah satu cara dalam menjaga kesehatan.

3. Pelatihan Yoga Asanas
a. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk mempersiapkan masa depan seseorang. Pendidikan dapat ditempuh melalui 3 sektor, antara lain pendidikan formal, informal dan non formal. Pendidikan formal didapatkan oleh para siswa di bangku sekolah dengan kurikulum yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang didapatkan di luar sekolah, yaitu melalui interaksi dengan masyarakat sedangkan sector pendidikan non formal didapatkan di dalam keluarga.
Pendidikan secara umum mengajarkan anak-anak tentang ilmu pengetahuan. Sevanam (pasraman) merupakan salah satu cara mendidik siswa, dimana siswa Pelaga ditekankan pada pendidikan budi pekerti. Meskipun umat Hindu minoritas di Indonesia namun diharapkan umat mampu berjalan bersama dengan umat lain dan mempertahankan budaya agama Hindu di Bali.
Menilik dari permasalahan tersebut umat Hindu kurang paham dengan agamanya sendiri maka, perlu diberikan pendidikan dari sejak dini melalui pelatihan yoga ini. Kegiatan yang lebih menekankan dari pendidikan agama baik dari segi bertingkah laku, mengendalikan pikiran melalui mantra & yoga. Dari pengajaran tersebut anak – anak mendapat suatu pelajaran yang nantinya dijadikan skill dalam menjalankan kehidupan beragama di masyarakat.
a. Sasaran
1. Mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan di bangku kuliah kepada anak-anak atau peserta yoga asanas.
2. Anak-anak mendapatkan informasi tambahan khususnya mengenai ajaran agama dan yoga.
b. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan dapat berinteraksi dengan anak-anak serta mampu mentransfer ilmu pengetahuan pada anak-anak.
2. Ajaran Agama Hindu mampu dipahami oleh anak-anak dan dapat diterapkan dalam kehidupan keagamaannya

 vvvbvbvn

4.2 Bidang Pendidikan
1. Dharma Tula “Kepemimpinan Hindu”
a. Latar belakang
Kegiatan dharmatula sebagai salah satu program yang sudah dirancang oleh Mahasiswa KKN XI IHDN di Desa Adat Kedonganan. Dalam dharmatula ini, yang akan di bahas terutama mengenai Kepemimpinan dalam sudut pandang Hindu. Penanaman mengenai masalah Kepemimpinan dalam sudut pandang Hindu sejak dini, akan menyadarkan masyarakat jika ada oknum-oknum tertentu yang mempengaruhi mereka. Terutama generasi-generasi muda yang ada di Desa Adat Kedonganan. Kemajuan jaman dan “IPTEK” yang begitu pesatnya akan mempermudah manusia itu sendiri, tetapi juga dapat menjerumuskan masyarakat terkait dengan kepemimpinan. Sehingga program dharmatula ini sangat penting untuk dilaksanakan demi masyarakat Hindu kedepannya.
b. Sasaran
1. Menambah pemahaman masyarakat di Desa Adat Kedonganan terutama remaja Desa Kedonganan tentang Kepemimpinan dalam sudut pandang Hindu
2. Memberikan pemahaman dan kenyakinan lebih mendalam terhadap masyarakat mengenai Agama Hindu.

c. Tujuan
1. Untuk membentuk masyarakat dan remaja Hindu yang selalu berfikir kritis dalam menghadapi tantangan dan pengaruh luar yang selalu menyerang masyarakat Hindu.
2. Untuk membentuk masyarakat yang berkepribadian kuat dan mampu menjalankan norma agama sehingga mampu menegakkan Dharma Agama dan Dharma Negara.
3. Sebagai bentuk pengabdian mahasiswa dan saling membagi pengetahuan mengenai Kepemimpinan Hindu kepada masyarakat di Desa Adat Kedonganan sehingga terjadi interaksi yang baik antara mahasiswa dengan remaja dan masyarakat pada umumnya.

asa

2. Penyuluhan Bahaya Narkoba HIV AIDS dipandang dari sudut Hindu
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, fenomena- fenomena prilaku negatif pada generasi muda semakin tidak berjalan sesuai dengan norma- norma yang berlaku di masyarakat. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya sehingga mengakibatkan kasus penyimpangan remaja.
Pergaulan bebas identik dengan narkoba dan seks bebas, yang paling rentan terhadap masalah ini adalah remaja. Maka dari itu peran penting lingkungan sekitarnya baik guru disekolah maupun orang tua di rumah. Melihat fenomena ini di masyarakat khususnya di Desa Lebih kami dari KKN IHDN Denpasar Angkatan XI ingin mengadakan Penyuluhan Bahaya Narkoba HIV AIDS dipandang dari sudut Hindu. Dengan Program ini diharapkan mampu mmemberikan pengetahuan bagi para remaja Desa Adat Kedonganan tentang bahaya dari narkoba HIV AIDS sehingga tidak terjerumus ke dalam dunia narkoba dan HIV AIDS.

b. Sasaran
1. Meningkatkan pemahaman remaja tentang dampak negatif narkoba HIV AIDS dari sudut pandang Hindu di Desa Adat Kedonganan.
2. Meningkatan pemahaman terhadap tugas dan kewajiban seorang remaja sebagai genarasi penerus bangsa

c. Tujuan
1. Untuk membentuk remaja yang berkepribadian luhur mampu menjalankan norma agama sehingga mampu menegakkan Dharma Agama dan Dharma Negara.
2. Sebagai bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat di Desa Adat Kedonganan sehingga terjadi interaksi yang baik antara mahasiswa dengan masyarakat khususnya dalam hal agama Hindu.

3. Pasraman Kilat di Sekolah Dasar
Kegiatan pasraman kilat dilaksanakan agar generasi penerus agama Hindu mampu terus melestarikan kegiatan upacara agama. Dengan tujuan ini Mahasiswa KKN IHDN Denpasar, mengadakan pasraman kilat di Desa Adat Kedonganan, apa yang diberikan dalam pasraman diharapkan para anak-anak Sekolah Dasar di Desa Kedonganan mulai mengenal jati diri sebagai Umat Hindu. Memang umat Hindu minoritas di Indonesia mampu bersaing dengan umat-umat lain dan mempertahankan budaya hindu.
Menilik dari permasalahan tersebut umat Hindu kurang paham dengan agamanya sendiri maka, perlu diberikan pendidikan dari sejak dini melalui pasraman kilat ini. Dalam kegiatan Pasraman ajarannya lebih menekankan dari segi agama baik dari segi bertingkah laku dengan mengajarkan Budi Pekerti, cara pembuatan banten/upakara dengan mengajarkan mejejaitan dan menganyam, mengendalikan pikiran melalui Yoga, nyanyian pujaan dengan mengajarkan Dharma Gita. Dari pengajaran tersebut setidaknya anak –anak mendapat suatu pelajaran yang nantinya dijadikan skill dalam menjalankan kehidupan nantinya di masyarakat.

4.3 Bidang Lingkungan Hidup
1. Bakti Sosial
Kehidupan manusia pada era sekarang selalu ingin yang instan tanpa melalui proses sehingga hal ini menimbulkan prilaku malas. Begitu pula dalam kasus menyangkut masalah kebersihan lingkungan di sekitarnya menimbulkan dampak kekacauan terhadap perubahan iklim yang tidak tentu. Sampah- sampah dibiarkan berserakan. Atas dasar fenomena ini khususnya di Desa Adat Kedonganan kami dari Mahasiswa KKN Angkatan XI IHDN Denpasar mengadakan kegiatan kegiatan kerja bakti.

2. Penanaman Pohon
Perkembangan dunia teknologi semakin canggih sehingga dunia ini penuh dengan polusi, karbondioksida meningkat oksigen berkurang menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan terutama bagi sistem pernafasan. Dengan adanya fenomena ini kami KKN Angkatan XI Desa Adat Kedonganan IHDN Denpasar melaksanakan penanaman pohon di Desa Adat Kedonganan khususnya agar dapat mengurangi polusi dengan tumbuhnya pohon-pohon yang rindang yang menghasilkan banyak menghasilkan oksigen sehingga lingkungan di Desa Adat Kedonganan menjadi asri dan sejuk. Penanaman pohon dilakukan di tepi pantai Pemelastian, Minggu 10 Agustus 2014 bersama dengan Karang Taruna Eka Shanti, BPKP-2K serta Lurah Kedonganan dengan tujuan utama mengurangi Abrasi di tepi Pantai Pemelastian.

4.4 Program Pendukung (Tambahan)
1. Pembinaan Tabuh
Guna mempersiapkan sekaa tabuh desa adat Kedonganan yang mewakili kecamatan Kuta dalam mengikuti lomba tabuh tingkat kabupaten badung, serta mempersiapkan untuk pendukung upacara yadnya, mahasiswa laki-laki peserta KKN bersama pelatih tabuh turut melaksanakan pendampingan dan pembinaan. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap sore, bertempat di Balai Banjar Kerthayasa Desa Adat Kedonganan.
2. Pembinaan Kidung Seka Truna
Kegiatan ini terlaksana atas permintaan prajuru dan ibu-ibu PKK Desa Adat Kedonganan. Dilaksanakan dari tanggal 23-24 Agustus 2014 bertempat di Balai Banjar Anyar Gede. Kidung yang diberikan adalah rangkaian kidung untuk upacara Dewa Yadnya sebagai pengiring upacara ketika Purnama-Tilem maupun upacara lainnya
3. Ngayah Piodalan di Pura Ratu Ayu
Dilaksanakan pada hari selasa, 15 Juli 2014. Pada piodalan ini mahasiswa KKN ngayah dari pagi yakni persiapan karya, dan pada malamnya kami ngayah mesanthi.
4. Lomba Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke- 69
Lomba memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-69 diadakan untuk meningkatkan minat dan bakat bagi generasi muda di Desa Adat Kedonganan selain itu lomba yang diadakan dapat dijadikan ajang kreativitas bagi generasi muda sekaligus dapat mempererat rasa persaudaraan antara pemuda di banjar se- Desa Adat Kedonganan, dan seluruh lapisan masyarakat se- Desa Adat Kedonganan. Dilaksanakan pada hari minggu, 17 Agustus 2014. Bertempat di Pantai Pemelisan Desa Adat Kedonganan.
5. Mencatat Nama Pelinggih yang dipergunakan pada saat Piodalan
Desa Adat Kedonganan tidak lepas dari keberadaan Pura. Desa Adat Kedonganan terdiri dari banyak pura yang di kelola oleh pihak desa dan masyarakat setempat agar terjalin suatu hubungan yang harmonis antar masyarakat. Pencatatan pelinggih akan berguna nantinya bagi tokoh masyarakat dan masyarakat yang ngayah saat acara piodalan berlangsung.
6. Lomba memperingati Hut LPD ke 24
Dalam rangka perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) xxiv LPD Desa Adat Kedonganan serta sebagai wujud Nyata kepedulian LPD Desa Adat Kedonganan dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di wilayah Desa Adat Kedonganan dan meningkatkan kreativitas generasi muda di Desa Adat Kedonganan yang bekerjasama dengan KKN XI IHDN Denpasar Desa Adat Kedonganan.
7. Mengadakan Les untuk Siswa- Siswi Sekolah Dasar.

C. Pembahasan Kegiatan (kekuatan, kelemahan, ancaman, kendala)
1. Kekuatan Program
Program yang telah direncanakan dari awal mulai kegiatan KKN angkatan XI Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung sudah terlaksana dengan baik dan berjalan lancar. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya program kerja yang sudah terealisasi di masyarakat dan memberikan manfaat yang cukup besar terhadap masyarakat dalam bidang pembangunan. Masyarakat menerima dengan lapang dada dan hati terbuka sehingga dapat merasakan bagaimana dampak dari program yang dilaksanakan. Adpun program kerja yang sudah terealisasi dan sudah berjalan dengan sukses yaitu :

  1. Penyuluhan Narkoba dan HIV AIDS dalam sudut pandang Hindu dilaksanakan di Pantai Pemelastian Desa Adat Kedonganan pada tanggal 16 Juli 2014 yang menyasar para siswa-siswa SMA N 1 Kuta, Pemuda atau Sekaa Truna , dan masyarakat di Desa Adat Kedonganan. Dalam Penyuluhan Bahaya Narkoba dan HIV AIDS dalam sudut pandang Hindu yang menjadi Narasumber HIV AIDS adalah dari Petugas Lapangan Yayasan Kerti Praja Ketut Estrada Adi Saputra dan Desi (Testimoni Penderita HIV AIDS) dari Badan Narkotika Nasional Ketut Adi Lisdiani dan dari IHD Negeri Denpasar I Made Budiasa yang bertema “Penyuluhan Bahaya Narkoba dan HIV AIDS serta pengkajiannya dari sudut pandang Agama Hindu di Desa Adat Kedonganan.” . Kedatangan peserta memang tidak mencapai target tetapi antusias dan rasa ingin tahu dari peserta cukup tinggi hal ini terlihat dari adanya tanya jawab antara narasumber dan peserta. Dengan adanya Sosialisasi Narkoba dan Dampak Seks Bebas diharapkan generasi muda sebagai penerus bangsa tidak terjerumus ke hal- hal yang negatif.
  2. Penyegaran Pemangku, Prajuru Adat dan Serati Banten yang dilaksanakan di Ballrom LPD Desa Adat Kedonganan pada tanggal 18 s.d. 22 Agustus 2014 yang menyasar para Pemangku, Prajuru Adat dan Serati dengan tema “Melalui penyegaran Pemangku dan Serati Banten kita wujudkan Pemuka Agama yang berwawasan Spiritual serta Intelektual dengan berlandaskan Sradha dan Bhakti” yang menjadi Narasumber adalah Ida Pandita Mpu Jaya Acarya Nanda. Dalam kehidupan bermasyarakat Pemangku/ Pinandita memegang peranan penting dalam melaksanakan suatu upacara agama dan sebagai orang yang dijunjung tinggi sebagai penuntun umat, memiliki pengetahuan tentang ajaran agama yang banyak serta mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Kelemahan Program
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan baik di lapangan maupun dalam intern pasti akan menemukan berbagai kendala yang dihadapi. Hal ini tidak terlepas karena adanya perbedaan pemikiran dan cara kerja dari masing-masing orang dalam kelompok maupun cara panadang masyarakat dalam menyikapi ataupun menilai tinglah laku dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan yang melibatkan masyarakat itu sendiri. Maka hal yang wajar jika dalam suatu kelompok sering terjadi miscommunication antar anggota dalam pelaksanaan kegiatan. Pemecahan masalah ini dapat diatasi dengan adanya suatu evaluasi setiap kali mengadakan kegiatan. Evaluasi inilah yang nantinya akan membuka dan saling memberikan masukan akan kegiatan yang sudah berjalan, baik dari pelaksana kegiatan maupun dari peserta itu sendiri. Dari dua bulan pelaksanaan KKN XI IHDN Denpasar Desa Adat Kedonganan , ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program kerja KKN yang telah disepakati bersama oleh anggota KKN dengan pihak Desa. Adapun beberapa kendala tersebut antara lain:

  •  Dana Pelaksanaan Program Kerja KKN

Kendala yang sangat mendasar dalam pelaksanaan suatu kegiatan di lapangan adalah masalah dana. Tanpa adanya dana, maka mustahil kegiatan tersebut akan berjalan. Besar dana yang dikeluarkan berpatokan pada banyaknya kegiatan dan juga besar kecilnya kegiatan yang akan dilaksanakan. Mengingat bannyaknya program kerja dari mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) XI IHDN Denpasar yang semua program kerja tersebut diterima baik di masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pembengkakan dana yang harus dikeluarkan oleh peserta KKN. Mengingat kondisi ekonomi peserta KKN yang rata-rata masih bergantung pada orang tua, maka hal yang diandalkan dalam perolehan dana adalah dari proposal-proposal yang sudah dikirim pada pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut.

  • Waktu Pelaksanaan KKN yang Terbatas

Kendala yang lain yang sangat menekan bagi mahasiswa KKN adalah batas waktu yang sangat sempit. Hal ini dapat dilihat dengan jangka waktu yang pendek, kita tidak bisa mengetahui secara mendalam kondisi masyarakat di tempat tersebut. Sedangkan tujuan utama dari pelaksanaan KKN adalah memberikan pelayanan atau pengabdian kepada masyarakat serta mencari segala permasalahan yang ada di masyarakat yang nantinya akan kita carikan solusi yang tepat. Dengan pelaksanaan KKN yang tidak penuh selama dua bulan ini menyebabkan kurang maksimalnya pelaksanaan KKN. Pelaksanaan program kerja juga terkesan secara insidental, artinya kegiatan itu dibuat secara tiba-tiba dan kurang adanya interaksi dengan masyarakat setempat, yang akhirnya berkesan bahwa mahasiswa membuat kegiatan hanya untuk laporan, tidak ada unsur yang benar-benar mengabdi pada masyarakat. Hal ini yang harusnya juga dipertimbangkan oleh pihak kampus mengenai jadwal pelaksanaan KKN agar KKN yang dilaksanakan benar-benar bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat, serta bagi kampus itu sendiri.

3. Peluang Program
Dalam program kerja yang telah dilaksanakan oleh mahasiswa KKN Desa Adat Kedonganan sangat berpeluang besar bagi masyarakat desa. Seperti halnya program Penyegaran pemangku dan serati banten, dimana program tersebut mampu menyatukan pandangan dan membangkitkan srada dan bakti masyarakat desa khususnya Para Pemuka Agama dan Para Serati Banten. Selain itu, banyak Peluang Program kami yang dirasakan oleh para anak-anak di Desa Adat Kedonganan ini, dikarenakan kami juga melaksanakan program pesraman kilat serta Les Private pada siang hari sampai sore hari. Penanaman Pohon juga sangat berpeluang baik dikarenakan daerah panas membutuhkan penghijauan yang baik, agar terwujudnya Desa yang Nyaman. Inti dari peluang program kami sangat diterima baik oleh desa dan terlaksana keseluruhannya.

4. Ancaman atau Kendala
Segala kendala di lapangan dalam pelaksanaan suatu kegiatan pasti ada jalan pemecahannya. Hal ini akan ditemukan ketika diadakannya suatu evaluasi setiap kali selesai melakukan kegiatan. Segala kekurangan dan kelemahan dari pelaksanaan akan dibahas agar dapat dijadikan acuan untuk kegiatan berikutnya, sehingga kegiatan yang akan dilaksanakan berikutnya mencapai hasil yang lebih baik dari pada yang sebelumnya. Adapun jalan yang ditempuh dalam penyelesaian kendala-kendala yang dihadapi peserta KKN XI Desa IHDN Denpasar Desa Adat Kedonganan antara lain adalah:

  • Solusi dalam Penanganan Waktu KKN yang terbatas

masyarakat Hindu pada khususnya.Waktu merupakan hal yang utama dalam penentuan jadwal kegiatan pelaksanaan KKN di masing-masing lokasi. Waktu pelaksanaan yang dibawa oleh mahasiswa belum tentu sepenuhnya mendukung pelaksanaan kegiatan KKN, hal ini dikarenakan kita juga tidak mengetahui kondisi atau kalender kerja dari desa yang kita jadikan lokasi KKN dan juga banyaknya acara yang berhubungan dengan pihak Desa yang berhubungan dengan Adat Istiadat di Desa tersebut. Kondisi masyarakat juga sangat menentukan akan jadwal dari pelaksanaan kegiatan di lapangan, karena mahasiswa tidak akan mungkin bisa memaksakan jadwalnya tanpa melihat serta mempertimbangkan kondisi yang ada di desa tersebut. Hal inilah yang menyebabkan kadang jadwal yang sudah ditentukan bisa menjadi mundur dari jadwal sebelumnya.
Solusi yang ditempuh dalam pemecahan masalah ini adalah bahwa mahasiswa akan tetap melaksanakan program ini meski laporan sudah terkumpul, karena ini merupakan beban moral bagi mahasiswa itu sendiri sampai berhutang kegiatan pada masyarakat dan nama IHDN akan menjadi buruk ketika mahasiswanya tidak mampu memberikan yang terbaik bagi Hal lain yang ditempuh adalah penambahan jam kegiatan yang semula dari kampus ditekankan hanya pada sabtu dan minggu, tapi ditambah menjadi hampir tiap hari ada pelaksanaan kegiatan di lokasi KKN.

  • Solusi Pendanaan KKN di Desa Adat Kedonganan

Mahasiswa harus mampu mencari solusi pada setiap permasalahan yang ada di lapangan. Mahasiswa juga harus dapat bersikap mandiri, tidak selalu bergantung pada orang tua. Maka dari itu sudah sepatutnya dana yang harus dikeluarkan oleh masing-masing anggota harus bisa seminim mungkin.
Hal yang ditempuh oleh panitia pelaksana KKN XI IHDN Denpasar Desa Adat Kedonganan adalah dengan penyebaran proposal pada perusahaan-perusahaan di lingkungan Desa Lebih serta ke kantor-kantor pemerintahan yang berkaitan dengan pelaksanaan program kerja KKN. Dana dari bantuan atas proposal KKN inilah yang nantinya sebagai pendukung utama dari pelaksanaan kegiatan. Disamping dari proposal yang diajukan, peserta KKN juga tidak lepas dari bantuan dari pihak Desa yang selalu membantu dalam bentuk moril maupun materiil sehingga pendanaan yang dikeluarkan mahasiswa tidak sampai memberatkan dari masing-masing anggota.

BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan aplikasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni dalam bidang pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat ini merupakan suatu ajang untuk penerapan mengenai apa yang selama ini didapatkan di dunia pendidikan (kampus) untuk diterapkan pada masyarakat. Hal ini dimaksud sebagai penanaman jiwa tanggung jawab dan kepedulian mahasiswa terhadap situasi yang sedang terjadi di masyarakat. Mahasiswa yang sudah dinggap memiliki intelektual tinggi oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakan suatu pengabdian masyarakat di suatu lokasi, maka dari itu mahasiawa harus tanggap dengan permasalahan yang berkembang di masyarakat tersebut.
Mahasiswa merupakan tonggak awal pembangunan bangsa dan negara baik itu pembangunan di bidang moral maupun kehidupan bangsa. Mahasiswa diharapkan mampu mencarikan jalan yang terbaik untuk permasalahn yang terjadi di masyarakat. Maka dari itu seorang mahasiswa harus mempunyai persiapan yang matang sebelum nantinya terjun di masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat yang mampu diandalkan oleh masyarakat dimana ia berada, khususnya di Desa Adat Kedonganan.
Salah satu pembekalan terhadap diri mahasiswa sebelum terjun ke masyarakat adalah dengan dilaksanakannya program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Dengan adanya KKN maka mahasiswa akan belajar langsung bagaimana dirinya harus berinteraksi dengan masyarakat, dengan pejabat desa (parajuru) serta para prajuru adat. Dari sinilah nantinya akan didapatkan suatu pengalaman dan penghargaan bagi masing-masing mahasiswa akan apa yang ia dapatkan selama melaskanakan KKN.
Pengabdian masyarakat ini diwujudkan dengan pelaksanaan program-program yang telah ditentukan bersama-sama dari pihak mahasiswa dengan pihak desa tempat lokasi KKN. Program ini dibuat berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki oleh mahasiswa itu sendiri yakni disiplin ilmu Agama Hindu. Program yang dibawa oleh mahasiswa akan dipadukan dahulu dengan program yang ada di desa sehingga nantinya tidak berbenturan dan bisa dilaksanakan tanpa ada yang diberatkan oleh program-program KKN itu sendiri. Sehingga nantinya dari pelaksanaan program tersebut dapat memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat setempat.
Adapun beberapa program yang dilaksanakan oleh mahasiswa KKN XI IHDN Denpasar Kedonganan dibagi menjadi tiga bidang yakni bidang Keagamaan dan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan hidup yang masing-masing programnya telah dijelaskan pada bagian isi dari laporan ini. Dari program-program yang telah ditentukan, hampir keseluruhan program yang ditentukan berhasil dilaksanakan. Namun ada juga beberapa program yang tidak sempat terlaksana yang disebabkan oleh minimnya waktu pelaksanaan KKN serta hal-hal lain yang tidak dapat dihindari misalnya adanya kematian, UAS (Ujian Akhir Semester) dan lain sebagainya. Semoga dari pelaksanaan program kerja yang telah berhasil dilaksanakan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di Desa Adat Kedonganan baik itu dalam hal keagamaan, sosial, dan lingkungan sekitar.

B. Saran-saran
Sebagai Umat Hindu yang merupakan salah satu agama yang berada di Indonesia merupakan agama yang minoritas, tentu harus mampu meningkatkan sumberdaya manusia Hindu sehingga memiliki Sumber Daya Manusia yang akan menjadi tonggak-tonggak kelangsungan kelestarian Agama Hindu. Mahasiswa KKN Angkatan XI Desa Adat Kedonganan Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Mengajak Seluruh Umat Hindu yang Khususnya berada di Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, mulai memahami ajaran Agama Hindu dan meningkatkan sumber daya manusia agar mampu melaksanakan tugas sebagai bangsa dalam melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara.
Kepada Lurah dan Bendesa Adat Kedonganan, agar tidak henti-hentinya selalu membimbing dan mengarahkan masyarakat dalam melestarikan kebudayaan yang akan selalu mengajegkan Bali ini. Di samping itu tingkatkanlah rasa sosial dan terjun langsung dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat agar masyarakat merasa dekat dan selalu mendapat bimbingan, tuntunan dan binaan dari pemerintah Desa.
Kepada pemerintah, diharapkan selalu menunjuk tokoh-tokoh Hindu yang berkopeten di bidang Agama, agar selalu memberikan pencerahan rohani khususnya bagi masyarakat di Desa Adat Kedonganan, agar masyarakat memahami secara mendalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama mengetahui makna-makna yang terkandung di dalamnya.
Kepada mahasiswa yang akan melaksanakan KKN selajutnya, diharapkan mampu menyusun program kerja yag lebih bagus dan lebih memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat di tempat KKN, sehingga kehadiran mahasiswa benar-benar memiliki arti yang besar di hati masyarakat.

C. Kritik
Dalam Pelaksanaan KKN yang akan datang diharapkan dari kesiapan LP2M dalam segala informasi lebih jelas dan untuk Sidak serta monitoring dari LP2M yang kurang merata, tidak efesiensi. Kontribusi atau Konfensasi dari LP2M agar untuk selanjutnya dapat direalisasikan sesuai dengan apa yang mahasiswa dapatkan dalam Pembekalan KKN. Penempatan KKN yang akan datang diharapkan menjamah Desa-Desa yang Bersifat perkotaan. Karena sangat penting mendapatkan Ilmu Keagamaan yang menjadi Tri Kerangka Dasar Umat Hindu, dimana di daerah Perkotaan Presepsi masyarakat yang sudah mulai memudar dari Tatwa, maka dari itu perlunya duta-duta dharma agar mampu menjadi mediasi agar terciptanya ketentraman di Desa tempat KKN.

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Sebagai umat mansia yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hayng Widhi Wasa, maka diharapkan dan harus mempunyai suatu sikap hormat dan menghargai atas kekuasaan dan kebesaran-Nya dan atas segala ciptaan-Nya. Maka dari itu, tiada kata lain dalam perwujudan bhakti dan hormat kita adalah dengan melakukan Yadnya. Yadnya bila dilihat dari tindakan dapat dibagi dua bagian, yaitu Yadnya yang dilakukan secara riil (nyata) dan abstrak (tidak nyata). Yang nyata dapat berupa persembahan dan atau korban suci kehadapan Hyang Widhi demikian juga kehadapan sesama makhluk hidup, sedangkan secara tidak nyata dapat berupa Tapa, Bratha, Yoga, dan Semadhi.
Berbicara masalah Yadnya yang nyata yaitu persembahan dan korban suci, secara riil telah diketahui bersama yakni Panca Yadnya. Panca yadnya memiliki lima bagian yakni Dewa Yadnya (persembahan kepada Tuhan), Pitra Yadnya (persembahan kepada leluhur), Manusa yadnya (persembahan kepada sesama manusia), rsi Yadnya (persembahan kepada para rsi), dan Bhuta Yadnya (persembahan kepada para bhuta kala).
Dalam Bhuta Yadnya, terkait dengan upacara tersebut disebut dengan Mecaru. Upacara tersebut dilakukan oleh umat setiap saat baik di palemahan rumah, banjar, desa, pura dan bahkan suatu wilayah. Demikian juga setiap harinya, hari-hari tertentu seperti kajeng kliwon, dan atau pada pergantian sasih secara rutin upacara mecaru ini dilaksanakan. Disamping itu upacara mecaru ini diselenggarakan juga pada setiap adanya suatu peristiwa kejanggalan dan atau kejadian yang tiada kita hendaki.
Upacara Mecaru di Bali atau juga disebut dengan Butha Yadnya merupakan sebuah ritual suci yang kerap digelar untuk mengharmonisasi hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Manusia dengan alam, memang sejatinya tidak boleh saling bertentangan satu dengan yang lainnya supaya tercipta saling pengertian dan hubungan yang kondusif untuk keberlangsungan kehidupan selanjutnya.
Upacara-upacara tersebut secara rutin masih dilakukan oleh umat Hindu dipedesaan. Namun apa sesungguhnya upacara dimaksud dan apa tujuannya ternyata banyak dikalangan umat Hindu yang tidak tahu secara Tattwa. Kalau ditanya ya jawabnya “mule keto”. Hal ini tidak tidak boleh dibiarkan terus. Lebih-lebih dalam memasuki era globalisasi. Oleh karena itu upacara-upacara tersebut diatas perlu diungkapkan secara ilmiah popular untuk mudah dipahami terutama oleh umat Hindu sendiri, bila hal ini kita tidak lakukan akan timbul kekhawatiran nantinya tentang kelanjutan pelaksanaan upacara dimaksud.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sesungguhnya caru itu ?
2. Apa maksud dan tujuan caru itu ?
3. Apa saja jenis-jenis caru dan pelaksanaannya ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu caru yang sebenarnya.
2. Untuk mengetahu maksud dan tujuan caru yang sebenarnya.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis caru dan pelaksanaanya.

1.4 Manfaat Penulisan
Untuk memberitahu para pembaca agar dapat mengerti dan memahami arti caru serta maksud dan tujuannya agar dalam pelaksanaan upacara tersebut berlandaskan pengetahuan yang satwika dan tujuan pelaksanaannya dapat tercapi sesuai harapan.

 

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Caru
Caru adalah kurban suci yaitu upacara yadnya yang bertujuan untuk keseimbangan para bhuta sebagai kekuatan bhuwana alit maupun bhuwana agung sebagaimana disebutkan dalam kanda pat butha sehingga dengan adanya keseimbangan tersebut berguna bagi kehidupan ini.
Dalam kitab Samhita Swara disebutkan, arti kata caru adalah cantik atau harmonis. Upacara Butha Yadnya itu disebut caru karena disebabkan salah satu tujuan Butha Yadnya adalah untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam lingkunganya. Caru yang dalam sejarahnya disebutkan diawali dari terjadinya kekacauan alam semesta yang mengganggu ketentraman hidup sebagai akibat dari godaan-godaan bhuta kala, sehingga Hyang Widhi Wasa menurunkan Hyang Tri Murti untuk membantu manusia agar bisa menetralisir dan selamat dari godaan-godaan para bhuta kala itu sehingga mulailah timbul banten “Caru” sebagaimana disebutkan dalam mitologi caru ini.
Dan dijelaskan pula bahwa, Caru (Mecaru; Pecaruan; Tawur) sebagai upacara yadnya yang bertujuan untuk keharmonisan bhuwana agung (alam semesta) dan bhuwana alit agar menjadi baik, indah, lestari sebagai bagian dari upacara Butha Yadnya,
Dengan demikian, upacara mecaru adalah aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana. Yakni agar terjadi keharmonisan dalam hubungan antara manusia dengan Sang Hyang Widhi (Parahyangan), hubungan antara manusia dengan sesama manusia (Pawongan)dan hubungan antara manusia dengan alam (Palemahan).

2.2 Maksud dan Tujuan Caru
Upacara Mecaru ini berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan spiritual kepada umat manusia agar selalu menjaga keharmonisan alam, lingkungan beserta isinya (wawasan semesta alam). Sementara makna upacara mecaru sendiri adalah kewajiban manusia merawat alam yang diumpamakan badan raga Tuhan dalam perwujudan alam semesta beserta isinya. Serta untuk memohon kehadapan Ida Sang Hyang widhi Wasa agar senantiasa kehidupan kita sebagai umat manusia cipaan-Nya mendapatkan kehidupan yang baik dan sejahtera secara sekala dan niskala.
Lain daripada itu, segala ketidakharmonisan yang terjadi di alam semesta ini juga disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri, seperti halnya memelihara bumi yang tiada semestinya dan juga pengingkaran akan ajaran agama, dharma, dan kesucian. Hal iu yang menyebabkan suatu keadaan buruk di jagat raya ini. Semuanya itu patut diberikan Caru agar mendapatkan keharmonisan kembali serta mendapatkan kerahayuan dengan terbatasnya dari segala bentuk kekotoran (leteh) dan kembali dikasihi oleh tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang widhi Wasa.
Begitu banyaknya Tuhan Yang Maha Esa memberikan kemudahan bagi umat manusia agar dipergunakan sebagai mana mestinya, namun dari semua itu juga Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) menitipkan alam beserta ini agar tidak dirusak dan selalu dijaga untuk kelangsungan kehidupan manusia. Alam dan manusia, sampai kapanpun harus selalu bersatu karena diantara keduanya saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

2.2.1 Dengan Caru Mengatasi Bhutakala
Bhuta Kala umumnya dibayangkan sebagai suatu makhluk ajaib yang berwajah serem menakutkan. Mulutnya lebar, bertaring panjang, mata merah mendelik, rambut tergerai tanpa aturan, perut gendut dengan sikap garang. Keadaan itu sering diwujudkan dengan ogoh-ogoh menjelang Nyepi. Penggambaran Bhuta Kala itu sangatlah wajar sebagai imajinasi para seniman dan rohaniawan. Karena kalau manusia. tidak harmonis dengan Bhuta Kala perasaan ngeri seperti melihat Bhuta Kala yang digambarkan di atas. Dalam bahasa sehari-hari di kalangan umat Hindu terutama di Bali ada istilah mecaru untuk nyomia Bhuta Kala. Upacara nyomia Bhuta Kala artinya mengubah sifat ganas Bhuta Kala menjadi bersifat lembut membantu manusia untuk mengembangkan perbuatan baik.
Jadi hakekat upacara mecaru itu adalah memotivasi spiritual agar selalu berbuat mengubah sifat ganas menjadi lembut tentang keberadaan Bhuta Kala itu. Dengan demikian terjadilah suatu hubungan yang harrnonis antara manusia dengan Bhuta Kala, Keharmonisan itulah tujuan dari upacara mecaru itu.
Bhuta Kala yang digambarkan itu tidak lain dari pada sifat-sifat alam kita ini. Manusia hidup bersama alam bahkan jasmani manusia juga disebut alam kecil atau Bhuwana Alit. Sifat alam kadang-kadang sebagai sahabat manusia kadang-kadang sebagai musuh manusia. Api dan air bisa menjadi sahabat dan membantu kehidupan manusia. Bisa juga menjadi musuh manusia seperti menimbulkan kebakaran, banjir dan lainnya. Agar alam itu selalu dapat bersahabat dengan manusia, yang harus aktif membangun persahabatan itu adalah manusia itu sendiri. Persahabatan dengan alam itu dapat dilakukan dengan cara sekala atau nyata dan dengan cara niskala atau dengan cara kerokhanian. Upacara mecaru adalah membangun persahabatan dengan alam dengan cara niskala. Cara niskala ini harus seimbang dengan cara sekala. Dengan demikian Bhuta Kala itu akan selalu menjadi sahabat membantu kehidupan manusia.

2.2.2 Persembahan Kepada Panca Maha Bhuta
Banten Caru yang golongannya lebih kecil disebut dengan Segehan, dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabawanya sebagai Panca Maha Bhuta. Disebutkan juga bahwa, manusia sebagai ciptan-Nya merupakan perwujudan Panca Maha Bhuta dalam bentuk kecil atau mikrokosmos, sedankan alam yang lebih besar makrokosmos adalah alam semesta ini.
Alam semesta ini terbagi menjadi beberapa lapisan menurut keagamaan, yang paling sering dan paling diketahui bersama adalah adanya alam Bhur, Bwah, Swah. Alam Bhur adalah tempat manusia disamping pula oleh segala gumatat-gumitit, para bhutakala, dedemit dan makhluk lainnya. Alam Bwah adalah alam para arwah. Sedangkan alam Swah adalah adalah alamnya para Dewa. Sedangkan Panca Maha Bhuta di dalam diri manusia terdiri dari tiga lapis yakni Stula Sarira (badan kasar), Suksma Sarira (badan halus), dan Antahkarana Sarira (atman) dan ketiganya disebut sebagai Tri Sarira.
Melihat kenyataan bahwa alam Bhur tidak hanya dihuni oleh manusia dan dengan makhluk hidup lainnya saja, akan tetapi dihuni pula oleh para makhluk halus lainnya, maka sudah jelas akan adanya suatu interaksi dengan yang lainnya yang akan menimbulkan gesekan dan pengaruh diantaranya. Untuk itulah dalam kaitan menetralisir dan mengharmoniskannya diadakan suatu persembahan berupa ‘Caru’ yang golongannya lebih kecil yang disebut segehan. ‘Mesegeh’(dalam bahasa bali) dilakukan pada setiap hari Kajeng, Kliwon, dan Kajeng Kliwon serta juga pada saat rerahinan lainnya.

2.3 Jenis- Jenis Caru dan Pelaksanaannya
Lontar Dewa Tattwa membedakan jenis-jenis Caru dan Tawur sebagai berikut:
1. Yang diadakan bila ada kejadian tertentu misalnya: bencana, bencana alam, hama penyakit, gerhana matahari, huru-hara, perang, dll.
2. Yang diadakan: sehari-hari, hari tertentu, sasih (bulan) tertentu, dan warsa (tahun) tertentu.
3. Yang diadakan disuatu tempat: pekarangan, rumah, pura, sanggah, Banjar, Desa Adat, seluruh pulau (Bali), seluruh dunia, danau, laut, hutan, gunung, dll.
4. Mengikuti upacara pokok Panca Yadnya.

2.3.1 Sarana Upakara dalam Pecaruan
Sarana yang dimaksud dalam uraian ini adalah sarana atau perlengkapan dan atau bagian dari Caru tersebut. Hal ini dapat berupa nasi, tumbuhan, binatang, dan unsur alam lainnya. Hal ini disesuaikan dengan jenis daripada caru tersebut. Caru dalam arti sempit dan sederhana sarananya dapat berupa nasi dengan berbagai bentuknya seperti, nasi kepelan, nasi cacahan, tumpeng yang dilengkapi dengan lauk pauk, bawang jahe, garam, demikian juga dengan Caru yang tergolong lebih besar dapat disertai dengan daging jeroan olahan dan bahkan kepala dari suatu bunatang yang dipakai korban yang kesemuanya berbau amis dan serta dibarengi dengan minuman yang beralkohol seperi tuak.arak berem disamping juga air tentunya. Bilamana sarananya berupa tumbuhan dapat dilihat dari digunakannya salah satunya adalah daun kelapa yang berupa Sengkui yang dibuat sedemikian rupa dan disesuaikan dengan urip dari suatu arah mata angin.
Menurut Lontar Sudamala, bahan-bahan upakara dalam pecaruan terdiri dari tiga jenis:
1. Mataya; bahan dari tumbuh-tumbuhan: daun, bunga, buah, pohon, biji-bijian, umbi-umbian, arak berem, tuak.
2. Mantiga; hewan yang lahir dua kali (melalui telur): ayam, bebek, angsa, burung.
3. Maharya; hewan yang lahir satu kali (tidak melalui telur) dan berkaki empat: babi, sapi, kerbau, kambing, anjing.
Penempatan warna bulu hewan caru mengacu pada kedudukan Panca Korsika dan Bhuta, disesuaikan dengan warna bulu hewan itu. Hal ini juga disebutkan dalam ephos Mahabharata, ketika Dewi Kunti hendak mengorbankan Sahadewa untuk “nyupat” Panca Korsika.
Makna simbol warna dalam Upacara Pecaruan (Lontar Dewa Tattwa)
seperti warna-warna bulu hewan, kober, tumpeng, kelungah, dangsil, sanganan, nasi, beras, bunga, benang, dll mengikuti warna pengider:
1. Sweta (putih),
2. Dumbra (merah muda),
3. Rakta (merah),
4. Rajata (oranye),
5. Pita (kuning),
6. Syama (hijau),
7. Kresna (hitam),
8. Biru (abu-abu),
9. dan sarwa suwarna (campuran)
Warna-warna itu selain sebagai identitas para dewa yang menjaga keseimbangan, juga sebagai simbol berbagai sifat yang ada dalam diri manusia:
1. Putih: suci;
2. Merah-muda: kesucian yang ternoda oleh kemarahan;
3. Merah : marah;
4. Oranye: marah karena nafsu tak terpenuhi;
5. Kuning: nafsu;
6. Hijau: serakah;
7. Hitam: iri-hati;
8. Abu-abu: iri-hati yang terselubung.
Dari 9 warna yang ada, hanya 1 (warna putih) sebagai simbol sifat baik yang bisa dikalahkan oleh warna lain simbul keburukan. Oleh karena itu warna putih dibanyakkan dengan tepung beras yang dirajah pada banten Rsi Gana. Dengan demikian sifat-sifat buruk asubha karma manusia diusahakan di-”somiya” melalui pecaruan sehingga Asuri Sampad (sifat keraksasaan) dapat berubah menjadi Daiwi Sampad (sifat kedewataan)

2.3.2 Urip Wewaran Pada Caru dan Tawur
Menurut Lontar Warigha Bhagawan Gargha, penggunaan urip wewaran / neptu pada caru yang dasarnya panca wara, karena sesuai dengan mitologi panca korsika, yakni: :
1. Umanis urip 5 di timur,
2. Paing urip 9 di selatan,
3. Pon urip 7 di barat,
4. Wage urip 4 di utara,
5. dan Kliwon urip 8 di tengah.
Jumlah urip panca wara = 33 juga sesuai dengan jumlah Dewa menurut Satha Pata Brahmana dimana para Dewa diyakini berperan menjaga keselamatan bhuwana agung.
Penggunaan urip pada tawur pada dasarnya membentuk padma bhuwana (lingkup bhuwana agung menurut pengider-ider) maka digunakan asta wara, dimana urip panca wara diatas ditambah dengan:
1. Guru urip 8 di tenggara,
2. Rudra urip 3 di barat daya,
3. Kala urip 1 di barat laut
4. dan Sri urip 6 di timur laut.
Jumlahnya = 18 dimana secara matematis total digit: 1 + 8 = 9 (jumlah pengider-ider dewata nawa sanggha). Urip Wewaran tersebut digunakan dalam banten caru / tawur untuk antara lain jumlah : tumpeng, reramesan, sate, tangkih, jinah, dll.

2.3.3 Caru Menggunakan Binatang
Banten Bhuta Yadnya yang disebut caru selalu menggunakan binatang kurban. Penggunaan binatang ini sangat menentukan nama dan tingkatan banten caru tersebut. Misalnya caru Eka Sata menggunakan ayam brumbun atau lima warna. Caru Panca Sata menggunakan lima ekor ayam.
Demikian seterusnya, pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara Yadnya telah disebutkan dalam Manawa Dharmasastra V.40. Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya. Manusia yang memberikan kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut juga akan mendapatkan pahala yang utama. Karena setiap perbuatan yang membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan Tuhan. Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten caru bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju ke sifat-sifat kedewaan.

2.3.4 Nitya dan Naimitika Karma

Bila dilihat dari pengertian, maka caru terdiri dari berbagai macam sesuai dengan jenis/wujud, sarana dan peruntukan serta tujuannya. Untuk hal itu akan dijelaskan bahwa upacara Yadnya, khususnya Bhuta Yadnya dalam hal ini dapat dilakukan dengan dua fase, yaitu secara keseharian atau tiap hari yang disebut dengan Nitya Karma dan setiap waktu tertentu disebut dengan Naitmitika Karma.
Nitya Karma adalah suatu persembahan korban suci kehadapan Dewa dan Bhutakala yang dilakukan setiap hari setelah memasak nasi dengan beberapa butir nasi beralaskan daun pisang persegi yang dilengkapi denga lauk pauk yang dimasak saat itu dan dihaturkan pada pelinggih di Mrajan/Sanggah khususnya diletakkan pada bebaturannya, selanjutnya dihaturkan kepada para makhluk halus yang berkeliaran siang dan malam (bhutakala) yang senantiasa mengganggu ketentraman. Jadi hakekatnya yadnya sesa tersebut ditujukan kehadapan para dewa dan bhuta (unsur pertiwi, apah, teja, bayu, dan akasa) serta bhutakala (makhluk halus yang berkeliaran). Disamping itu secara etika, yadnya sesa atau mebanten saiban sebenarnya megandung unsur mendidik, bahwa kita sebagai umat senantiasa wajib untuk mensyukuri atas rahmat yang diberikan oleh sang Pencipta, selalu mendahulukan dan serta wajib melakukan punia kehadapan sesama makhluk ciptaan-Nya.
Sedangkan Naimitika Karma adalah suatu persembahan korban suci yang diadakan setiap saat bilamana diperlukan. Persembahan ini wujudnya merupakan upacara Mecaru. Mengenai caru ini ada berbagai jenis dan wujudnya sesuai dengan peruntukkan serta tujuannya. Secara umum caru atau Mecaru adalah untuk menjaga keharmonisan alam semesta beserta isinya sebagai aibat perilaku daripada para Bhutakala yag dengan sengaja mempengaruhi dan atau berbuat jahat terhadap manusia seingga terjadi ketidak nyamanan, ketidak tentraman dan serta ketidak harmosisan dari alam beserta isinya. Selanjutnya setelah diberikan persembahan korabn suci, para Bhuta senantiasa tidak kembali melakukan gangguan serta seantiasa menjaga ketentraman, kedamaian, serta keharmonisan jagat raya beserta isinya.

BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Caru adalah kurban suci yaitu upacara yadnya yang bertujuan untuk keseimbangan para bhuta sebagai kekuatan bhuwana alit maupun bhuwana agung sebagaimana disebutkan dalam kanda pat butha sehingga dengan adanya keseimbangan tersebut berguna bagi kehidupan ini. Upacara Mecaru ini berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan spiritual kepada umat manusia agar selalu menjaga keharmonisan alam, lingkungan beserta isinya (wawasan semesta alam).
Dalam pelaksannaanya Caru dapat digolongkan sebagai Nitya Karma dan Naimitika Karma. Nitya Karma merupakan korban suci atau caru yang dilakukan sehari-hari guna mensyukuri segala hal yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi, sedangkan Naimitika Karma adalah bentuk korban suci atau caru yang dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan peruntukkan serta tujuaannya.

3.2 Saran
Hendaknya dalam melakukan Upacara Yadnya kita hendaknya harus memahami dan memaknai segala bentuk uapacara yang kita lakukan. Karena itu sangat penting agar tujuan dari upacara tersebut dapat tercapai serta segala bentuk pengorbanan yang dilakukan tidak sia-sia melainkan dapat memberikan manfaat dan berkah bagi umat yang melaksanakannya tentu atas anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA

Pasek Swastika, Drs. I Ketut. 2008. Bhuta Yajnya. Denpasar : Pustaka Bali Post
Pasek Swastika, Drs. I Ketut. 2009. Caru. Denpasar : CV. Kayumas Agung
Sanjaya, Putu. 2010. Acara Agama Hindu. Surabaya : Paramita