Archive for the ‘semester 1 pendidikan agama hindu 2011’ Category

BAB I

PENDAHULUAN

Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan dunia yang kita sebut “filosofis” dihasilkan oleh dua faktor: pertama, konsepsi-konsepsi religius dan etis warisan; kedua, semacam penelitian yang biasa disebut “ilmiah” dalam pengertian yang luas. Kedua faktor ini mempengaruhi sistem-sistem yang dibuat oleh para filosof secara perseorangan dalam proporsi yang berbeda-beda, tetapi kedua faktor inilah yang, sampai batas-batas tertentu yang mencirikan filsafat.

Filsafat, sebagaimana yang disampaikan Bertrand Russell, adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Semua pengetahuan yang definitif adalah termasuk sains, sedangkan semua dogma, yang melampaui pengetahuan definitif termasuk ke dalam teologi. Namun, di antara keduanya terdapat sebuah wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun, wilayah tak bertuan ini adalah filsafat.
Hampir semua persoalan yang sangat menarik bagi pikiran-pikiran spekulatif tidak bisa dijawab oleh sains, dan jawaban-jawaban yang meyakinkan dari para teolog tidak lagi terlihat begitu meyakinkan sebagaimana pada abad-abad sebelumnya. Apakah dunia ini terbagi menjadi dua; jiwa dan materi, dan jika “ya”, apakah jiwa dan materi itu? Apakah jiwa tunduk pada materi, ataukah jiwa dikuasai oleh kekuatan-kekuatan independen? Apakah alam semesta ini memiliki kesatuan atau maksud tertentu?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dapat ditemukan di laboratorium. Teologi berusaha memberikan jawaban yang sangat definitif, namun jawaban-jawaban tersebut mengundang kecurigaan pikiran-pikiran modern. Mempelajari pertanyaan-pertanyaan tersebut, jika bukan menjawabnya, adalah urusan filsafat.
Filsafat dimulai di Yunani pada abad ke 6 SM. Setelah memasuki zaman kuno, filsafat kembali ditenggelamkan oleh teologi ketika agama Kristen bangkit dan Roma jatuh. Periode kejayaan filsafat yang kedua adalah abad ke-11 – 14 dan diakhiri dengan kebingungan-kebingungan yang berpuncak pada reformas

Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan, perumusannya sangat sulit dilaksanakan, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh seorang filsuf yang otentik. Setiap orang yang ingin mengejar pengertian hidup dan kehidupan itu, maka itu berarti bahwa ia masih diatas jalan ,enjadi seorang filsuf, untuk lebih memanusiakan dirinya. Sebab berfilsafat tiada lain adalah hidup berpikir dengan pemikiran sedalam-dalamnya tentang hidup dan kehidupan itu.

            Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran dalam perenungannya menemukan tiga bentuk eksistensi, eksistensi itu yaitu agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari – hari. Bahkan justru filsafatlah yang jadi motor penggerak kehidupan sehari – hari baik sebagai manusia pribadi, filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan, perumusannya sangat sulit dilakasanakan, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh seorang filsuf yang otentik. Setiap orang yang ingin mengejar pengrtian hidup dan kehidupan tertentu, maka itu berarti bahwa ia masih di atas jalan menjadi seorang filsuf, untuk lebih memanusiakan dirinya. Sebab berfilsafat tiada lain adalh hidup berfikir dengan pemikiran sedalam-dalamnya tentang hidup dan kehidupan itu.

            Diantara seluruh filsuf, baik pada zaman kuno, pertengahan maupun modern, Plato dan Aristoteles adalah dua tokoh yang paling berpengaruh. Dengan demikian, dalam sejarah tentang pemikiran filsafat memang sangatlah perlu membicarakan pemikiran dari Plato.

Filsafat yunani memang tidak mulai dengan Plato, namun yang jelas ialah bahwa pada Plato manusia diberi perhatian sepenuhnya. Filsafat yunani yang kita kenal sudah mulai pada abad ke-6 SM dengan mereka yang disebut filsuf – filsuf alam dari Ionia, yaitu Thales, anaximandros, dan Anaximenes. Akan tetapi pada mereka manusia belum menjadi titik pusat perhatian; yang terutama di soroti oleh mereka adalah kosmos(dunia). Sebelum filsafat timbul, orang yunani masih mengerti gejala-gejala kosmis dengan cara magi dan mistis. Mereka masih memandang gejala-gejala itu dalam rangka kepercayaan yunani. Tiada rasionalitas dan keterikatan menurut hokum. Akan tetapi, orang – orang Ionia itu tidak mendibrak pandagan dunia yang penuh khyalan itu. Dalam hal ini mereka terpimpin oleh intuisi filosofis bahwa semua kejadian kosmis haru dapat di jelaskan berdasarkan satu prinsip dasar( arkhe ).

Kegiatan Sokrates hanya sekedar percobaan. Karyanya lebih menyerupai suatu usaha pertama untuk mengubah mentalitas dari pada suatu system filosofis besar yang serba lengkap. Hal yang terakhir ini diupayakan oleh murid tercintanya yang bernama Plato. Tatap muka dengan Plato ( 427- 347 SM ) berarti perjumpaan dengan suatu pandangan filosofis tentang dunia dengan manusia yang luar biasa. Visinya sangat spiritualistis. Berabad-abad lamanya ia mempengaruhi pemikiran orang barat, baik yang kafir maupun yang beragama. Agustinus dan kemudian Agustinisme telah mengawetkan inspirasi dan suasana pemikiran Plato sampai pada zaman modern.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 RIWAYAT HIDUP PLATO

Plato lahir dalam suatu keluarga bangsawan aristokrat Athena yang turun – temurun memiliki peranan yang amat penting dalm kehidupan politik di Athena. Ayahnya bernama Ariston, seorang bangsawan keturunan raja Kodrus, raja terkahir Athena yang hidup sekitar rahun 1068 SM yang sangat dikagumi rakyatnya karena kecakapannya dan kebijaksanaanya dalam memerintah Athena. Ibunya bernama Periktione keturunan Solon, tokoh legendaries dan negarawan agung Athena.

Ketika Plato maih kecil, ayahnya meninggal. Ibunya kemudian menikah dengan paman Plato yang bernama Pyrilampes. Paman yang menjadi ayah tiri Plato itu adalah seorang tokoh yang disegani di Athena karena ia adalah seorang politikus yang dekat dengan Pericles, pemimpin dan negarawan besar Athena yang baru saja meninggal. Plato dibesarkan dan dididik oleh ayah tirinya.

Sejak mudanya, ia bergaul dengan tokoh – tokoh yang memainkan peranan penting dalam politk Athena. Saudara ibunya Kharmides dan Kritias, termasuk partai aristrokat dan mereka adalah anggota panitia “30 Tyranoi” yang delapan bulan lamanya memerintah Athena dengan kejam. Mula – mula mereka tergolong sahabat Socrates, guru Plato sekaligus orang yang dikaguminya. Tetapi kemudian mereka menempuh jalan yang berbeda dan menyimpang dari cita – cita Socrates. Awalnya Plato diajak bergabung dalam dunia politik 30 Tyrano tersebut. Tetapi Plato ingin menunggu hasil politik mereka terlebih dahulu. Plato terkejut melihat bahwa mereka ingin mempergunakan Socrates untuk maksud jahat, yaitu menangkap dan menghukum seseorang yang tidak bersalah supaya harta miliknya dapat disita. Tetapi situasi memburuk lagi, ketika demokrasi dipulihkan, karena seorang pemimpin demokrasi mengemukakan tuduhan terhadap Socrates yang mengakibatkan kematiaannya. Dalam surat yang sama Plato menceritakan pula bahwa pengalaman pahit ini sudah memadamkan ambisi politiknya. Kensafan timbul padanya bahwa semua rezim politik tidak beres dan ia mendapat keyakinan bahwa satu – satunya pemecahan adalah mempercayakan kuasa negara kepada filsuf – filsuf.

Sesudah Socrates meninggal, Plato bersama dengan teman – teman lain untuk beberapa waktu menetap di Megara, pada murid Socrates yang bernama Eukleides. Tetapi kemudian ia kembali lagi ke Athena. Pada usia 40 tahun, Plato mengunjungi Italia dan Sisilia. Barangkali perjalanan ini diadakan dengan maksud berkenalan dengan mazhab Phytagorean. Tidak lama sesudah kembali dari Italia, Plato mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama ‘Akademia’. Sekolah ini direncanakan sebagai pusat ilmiah. Plato merealisasikan cita – citanya, yaitu memberikan pendidikan intensif dlam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat kepada orang – orang muda yang akan menjadi pemimpin – pemimpin politik nanti. Ia mempelopori universitas – universitas Abad Pertengahan dan Modern. Murid – murid Plato memberi sumbangan besar dalam perkembangan cabang – cabang ilmu pengetahuan. Plato membuat berbagai karya-karya tulis dan pemikirannya tentang filsafat. Plato kemudian meninggal di Athena pada usia 80 tahun dan selama hidupnya ia tidak pernah menikah.

PLATO

2.2 SIFAT FILSAFAT PLATO

            2.2.1 Bersifat Sokratik

            Suatu tradisi kuno menceritakan bahwa sesudah berkenalan dengan Sokrates,pemuda Plato membakar karya-karya tragedy yang di tulisnya,dengan masud berbalik dari kesusastraan dan mencurahkan seluruh tenaganya kepada filsafat.Kebenaran cerita ini harus di sangsikan,tetapi tidak dapat di bantah bahwa pertemuan dengan Sokrates merupakan peristiwa penentu dalam kehidupan Plato.

            Keyakinan Plato bahwa filsuf harus dijadikan sebagai penguasa negara, boleh dipandang sebagai buah hasil refleksi Plato atas kematian Socrates, gurunya tercinta. Refleksi atas kematian Socrates selanjutnya menjuruskan seluruh pemikiran dan keaktifan Plato sampai pada masa tuanya.

            Di dalam karya-karyanya pun Sokrates diberi tempat sentral. Kita sudah melihat bahwa,kecuali dalam nomoi,dimana plaku utama adalah “orang asing dari Athena”,Sokrates mempunyai peranan dalam semua dialog Plato dan hamper selalu,kecuali dalam dilog-dialog yang dikarang plato dalam masa tuanya,Sokrates memainkan peranan dominan. Disamping Plato baik dalam sejarah kesusastraan maupun dalam sejarah filsafat tidak ada contoh lain tentang seorangseorang pemikir dan seniman yang mengabdikan segenap hidupnya untuk menggambarkan satu tokoh dan keaktifannya.Kita mempunyai kesan bahwa Plato dalam karyanya tidak ada maksud lain dari pada membangun suatu monumen mengenangkan serta menghormati gurunya.Herman Diels mengatakan bahwa Plato seakan –akan bersumpah membuat nama Sokrates menjadi “immortal” dan sepanjang seluruh hidupnya ia setia pada “sumpah” itu

            2.2.2 Filsafat Sebagai Dialog

Semua karya yang di tulis Plato merupakan dialog-dialog,kecuali surat-surat da apologia.Tetapi tentang karangan terakhir ini harus di catat bahwa bahwa bentuknya tidak berbeda besar dengan dialog.Dalam arya ini Sokrates membela diri di hadapan hakim-hakimnya dan semua warga Athena.Ia berbuat begitu dengan mengajukan banyak pertanyaan dan mengemukakan keberatan-keberatan yang di jawabnya sendiri.Sekalipun hanya Sokrates yang berbicara di sini(monolog),namum suassana dialognya tetap ada.Plato adalah filsuf pertama dalam sejarah filsafat yang memilih dialog sebagai bentuk sastra untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya.Sesudahnya bentuk ini akan sering kali di tiru lagi,baik dalam masa kuno maupun dalam masa modern,tetapi tidak ada filsuf lain yang dapat menciptakan kesatuan begitu sempurna antara dialog sebagai bentu sastra dan pemikiran yang diucapkannya.

Pertanyaan muncul,apa sebab Plato menggemari dialog sebagai bentuk sastra dan bukan risalah atau uraian sistematis lain yang lazim dipergunakan dalam dunia ilmiah.Tidak gampang memberikan jawaban yang tepat dalam pertanyaan ini.Selain seorang filsuf yang original sekali ,Plato adalah juga seorang sastrawan yang nilainya unggul dalam kesusastran dunia dan selalu sukar untuk menemukan mengapa seniman memilih bentuk ini.tetapi sekurang-kurangnya ada dua alas an yang iranya dpat menjelaskan sedikit pertanyaan tadi.

            Alasan pertama memiliki hubungan erat dengan “Sokratik” filsafat Plato,yang sudah di uraikan di atas.Plato memilih dialog sebagai bentuk sastra,justru karena Sokrates memainkan peranan sentral dalam pemikirannya.Sokrates tidak megajar,tetapi mengadakan Tanya jawab dengan kawan-kawan sekota di Athena.Plato meneruskan keaktifan Sokrates dengan mengarang dialog-dialog.Dengan demikian kenyataan bahwa karya-karya Plato merupakan suatu monumen bagi gurunya yang di kaguminya.

            Alasan kedua berkaitan dengan anggapan Plato sendiri mengenai filsafat.Plato memilih dialog sebagai bentuk sastra,karena ia yakin bahwa filsafat menurut intinya tidak lain daripada suatu dialog.Disini kta mesti ingat bahwa katan”philo-sophia”berasal dari kalangan Plato .Berfilsafat berarti mencari kebijaksaan atau kebenaran,dan dapat di mengerti bahwa “mencari kebenaran”itu sebaiknya dilakukan bersama-sama dalam waktu dialog,dimana orang A dapat mengoreksi orang B dan sebalik.

            2.2.3 Mitos dalam Dialog Plato

Salah sau ciri khas dari karanga-karangan Plato ialah bahwa di sini kita serin g kali menemukan mitos-mitos.itu sama sekali tidak berarti bahwa Plato berbalik dari logos dengan memulihkan kembali mitos.Tidak dapat di bantah bahwa pada Plato pun terdapat tendensi yang terdapat dalam selurah filsafat Yunani,yaitu mengutamakan rasio sambil menolak mitologi kuno. Namun demikian Plato berpendapat bahwa mitos tidak bertentangan dengan rasio.Ada juga mitos yang mempunyai unsur kebenaran dan karena itu dapat dipergunakan dalam uraian filosofis.

            2.2.4 Ajaran Lisan

Dari kesaksian Aristoteles boleh disimpulkan bahwa Plato tidak menggunakan suatu naskah untuk mempelajaran-pelajarannya dalam academia.Agaknya ia tidak meberi uliah-kuliah sistematis,tetapi menyelenggarakan diskusi-diskusi yang sebagian di pimpin oleh Plato sendiri,sebagian oleh muri-muridnya di angkat menjasi “assisten”.Metode mengajar ini lebih cocok dengan anggapan Plato mengenai filsafat sebagai dialog.

            Bila Aristoteles membicaraka filsafat Plato,biasanya ia menunjuk kepada dialo-dialog.Tetapi beberapa kali ia juga mempergunakan sumber-sumber lain. Plato menganggap ide-ide sebagai bilangan-bilangan.itu tentu berarti bahwa ia menyamakan ide-ide dengan bilangan-bilangan yang mempunyai peranan begitu besar dalam Phytagorean.

2.3 PANDANGAN FILSAFAT PLATO

            2.3.1 Terhadap Idea – Idea

Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi.Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut.Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.

            2.3.2 Terhadap Dunia Inderawi

Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita. Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.

            2.3.3 Terhadap Dunia Idea

Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buahintelektual. Misalkan saja konsep mengenai “kebajikan” dan “kebenaran”.

            2.3.4 Terhadap Idea dan Pengenalan

Plato sebelumnya telah memberi solusi terhadap persoalan tentang sesuatu yang berubah dan sesuatu yang tetap. Persoalan ini merupakan perlawanan pemikiran antara Herakleitos dan Parmenides. Plato memberi solusi dengan mengemukakan gagasan bahwa ada sesuatu yang tetap dan ada pula yang berubah. Dari sini Plato sekaligus menyetujui pendapat keduanya serta menambahkan pendapat Parmenides bahwa sesuatu yang tetap kekal tidak berubah itu adalah ide atau “idea”. Menurut Plato ide merupakan sesuatu yang memimpin pemikiran manusia. Ide bukanlah hasil pemikiran subjektif, melainkan ide itu objektif. Ide lepas dari subjek yang berpikir. Meski pun tiap orang berbeda dengan orang yang lain, atau tidak ada orang yang persis sama meski pun ia anak kembar, tetap saja orang adalah manusia inilah idenya yang tak berubah itu. Adanya suatu pengamatan dan pengungkapan yang serba bervariasi dan berubah itu merupakan pengungkapan atas ide yang tidak berubah. Orang bisa mengamati satu benda yang sama tetapi masing-masing orang punya pendapat lain.

Plato memiliki pandangan lebih tentang hakikat atau esensi dari segala sesuatu dibandingkan dengan Socrates. Plato meneruskan pendapat Socrates bahwa hakikat segala sesuatu bukan hanya dapat diketahui melalui keumuman, melainkan hakikat dari segala sesuatu itu nyata dalam ide. Solusi pertentangan Herakleitos dan Parmenides, dikemukakan Plato dengan mengkategorikan dua macam dunia, yaitu dunia yang serba berubah, serba jamak, dan tiada hal yang sempurna, sifatnya inderawi. Lalu dunia ide, yang merupakan dunia tanpa perubahan, tanpa kejamakan dalam artian bahwa (yang baik hanya satu, yang adil hanya satu, dan sebagainya) dan bersifat kekal.

Ide-ide di dunia hadir dalam benda yang kongkrit, semisal ide manusia ada pada tiap manusia, ide kucing ada pada tiap kucing. Benda-benda tersebut juga mengambil peran dan berpartisipasi dengan ide-idenya. Misalnya ada kucing sakti, kucing kampung, kucing peliharaan. Dalam contoh tersebut terdapat ide kucing, ide sakti, ide kampung, ide peliharaan. Ide tersebut berfungsi sebagai contoh benda-benda yang kita amati di dunia ini (Hadiwijono, 41:2005).

Telah disinggung, bahwa di dalam dunia idea tiada kejamakan, dalam arti ini, bahwa “yang baik” hanya satu saja dan seterusnya, sehingga tiada bermacam-macam “yang baik”. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa dunia ide itu hanya terdiri dari satu ide saja, melainkan ada banyak ide. Oleh karena itu dilihat dari segi lain harus juga dikatakan bahwa da kejamakan, ada bermacam-macam ide, ide manusia, binatang, dan lain-lainnya. Ide yang satu dihubungkan dengan ide yang lain, umpamanya seperti yang telah dikemukakan: ide bunga dikaitkan dengan ide bagus, ide api dihubungkan dengan ide panas, dan sebagainya. Hubungan antara ide-ide ini disebut koinonia (persekutuan). Di dalam dunia ide itu juga ada hierarki, umpamanya: ide anjing termasuk ide binatang menyusui, termasuk ide binatang, termasuk ide makhluk dan seterusnya. Segala ide itu jikalau disusun secara hierarkis memiliki ide “yang baik” sebagai puncaknya, yang menyinari segala ide.

            2.3.5 Terhadap Manusia

Menurut Plato ada dua hal yang utama dalam manusia yaitu jiwa dan tubuh, keduanya merupakan kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa berada sendiri. Jiwa adalah sesuatu yang adikodrati, yang berasal dari dunia ide dan oleh karenanya bersifat kekal, tidak dapat mati (Hadiwijono, 43:2005). Tidak seperti Socrates yang menganggap bahwa jiwa merupakan satu asas tunggal, Plato memiliki pendapat bahwa jiwa memiliki tiga bagian yaitu: rasional yang dihubungkan dengan kebijaksanaan yang dapat mengendalikan kepada rasa yang lebih rendah seperti nafsu, kehendak yang dihubungkan dengan kegagahan, dan keinginan yang dihubungkan dengan nafsu (Delfgaauw, 25:1992).

Plato percaya bahwa jiwa itu dipenjarakan di dalam tubuh, oleh karena itu jiwa harus dilepaskan dengan cara berusaha mendapatkan pengetahuan untuk melihat ide-ide. Plato juga percaya bahwa ada pra-eksistensi jiwa dan jiwa itu tidak dapat mati. Dalam tubuh jiwa terbelenggu dan untuk melepas jiwa dari tubuh hanya sedikit orang yang berhasil (mencapai pengetahuan dan mengalami ide-ide). Sikap yang selalu terpikat pada ke-tubuh-an kongkrit inilah yang membuat sulit.

Ada sebuah mitos yang diuraikan oleh Plato sehingga dapat mudah memahami maksud Plato tentang jiwa dan tubuh. Manusia dilukiskan sebagai orang-orang tawanan yang berderet-deret dibelenggu di tengah-tengah sebuah gua, dengan muka mereka dihadapkan ke dinding gua, dan tubuh mereka membelakangi lubang masuk gua. Sementara di luar gua ada api unggun yang sinarnya sampai ke dalam gua dan di luar itu pula ada banyak orang yang lewat. Secara otomatis cahaya api unggun tadi membuat bayangan orang pada dinding gua, tentu saja para tawanan tadi melihat bayangan tadi. Para tawanan itu pun selama hidupnya hanya melihat bayangan, dan mereka menganggap bahwa itulah kenyataan hidup. Pada suatu hari seorang tawanan dilepaskan dan dibolehkan untuk melihat ke belakang ke luar gua. Akhirnya seorang tawanan itu tahu bahwa yang selama ini dilihat adalah bayangan belaka. Tawanan itu pun menyadari bahwa kenyataan yang baru saja dilihat ternyata jauh lebih indah dari pada bayangan. Lalu tawanan yang telah memiliki pengalaman dan menyadari bahwa kenyataan di luar lebih indah itu menceritakan kepada para tawanan lain. Tetapi reaksi mereka di luar dugaan, mereka tidak percaya dan membunuh tawanan yang bercerita.

Begitu sulitnya untuk lepas dari belenggu tubuh, oleh karena itu paling tidak menurut Plato, orang harus berusaha untuk memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang kenyataan dan ide-ide. Hal ini juga berarti Plato tidak menyuruh untuk lari dari dunia, tetapi hal yang sempurna tidak akan ada didapatkan di dunia ini. Oleh karenanya usaha untuk memperoleh hal yang terbaik di dunia manusia harus mendapat pendidikan. Pendidikan bukan hanya persoalan akal semata, tetapi juga memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya mengarahkan diri pada akal demi mengatur nafsu-nafsu.

            2.3.6 Terhadap Karya Seni dan Keindahan

Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ideIde jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.

Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.

            2.3.7 Terhadap Mimesis

Mimesis berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan . Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi bagaimana pandangannya mengenai seni.

Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal. (Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio .

            2.3.8 Terhadap Pendidikan

Menurut Plato pendidikan direncanakan dan diprogram menjadi empat tahap dengan tingkat usia:

  1. Tahap yang pertama yaitu pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang utama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani yang diperlukan bagi calon penjaga. Disamping itu mereka diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung.
  2. Tahap yang kedua yaitu pendidikan anak-anak berumur 14-16 tahun, yaitu diajarkan musik dan puisi serta megarang bersajak. Musik menanamkan jiwa manusia perasaan yang halus, budi yang halus. Karena dengan musik jiwa kenal aakan harmoni dahn irama. Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi dalam pendidikan musik harus dijauhkan dengan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta yang mudah menimbulkan nafsu buruk, begitu juga tentang puisi. Puisi yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan seimbang.
  3. Tahap yang ketiga yaitu pendidikan anak-anak dari umur 16-18 tahun, anak-anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Disamping itu diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab sopan supaya dikalangan mereka tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat kalau ia tidak percaya tuhan. Seni ayang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada yang baik dan yang indah.
  4. Tahap yang keempat yaitu masa pendidikan dari umur 18-20 tahun, pemuda mendapat pendidikan militer. Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiyah yang mendalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak jiwa dan badan sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah seleksi yang kedua yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dari seleksi yang pertama. Yang gagal dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang diterima dan sedkit jumlahnya dapat meneruskan pelajarannya lima tahun lagi dan dididik dalam ilmu pengetahuan tentang adanya. Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat menyandang jabatan yang lebih tinggi. Kalau mereka setelah 15 tahun bekeraja dan mencapai umur 50 tahun, mereka diterima masuk dalam lingkungan pemerintah atau filosof. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam teori dan praktek sudah dianggap cukup untuk melaksanakan tugas yang tertinggi dalam negara yaitu menegakkan keadilan berdasarkan idea kebaikan.

2.4 PLATO DAN IDEA

            2.4.1 Teori Idea

Plato memandang bahwa kehidupan ideal adalah kehidupan pikir, harmoni adalah idealitas jiwa manusia. Artinya bahwa akal sebagai dasar, pengendali, pengatur bagi setiap pemahaman. Ia seorang rasionalis seperti halnya Socrates. Realitas pada dasarnya terbagi ke dalam realitas yang dapat ditangkap oleh indera (kasat mata) dan realitas yang hanya dapat dipahami oleh akal. Segala yang nyata dalam alam bersifat mengalir, dapat hancur, dapat terkikis oleh waktu, karena terbuat dari materi yang dapat ditangkap oleh indera. Ini dikenal dengan sebutan dunia materi.

Sedangkan ada realitas di balik dunia materi yang di dalamnya tersimpan pola-pola yang kekal dan abadi tak terkikis oleh waktu yang dikenal dengan dunia ide. Dunia ide ini hanya dapat ditangkap oleh akal. Dunia ide inilah dunia yang sebenarnya. Dalam analogi mitos gua Plato, realitas yang sebenarnya berada di dunia terang di luar gua, bukan bayang-bayang dinding gua dari benda yang sebenarnya. Fenomena alam hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal.

            2.4.2 Idea Kebahagiaan

Boleh dikatakan bahwa Plato memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan mengenai segala sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide kebahagiaan dan ide keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang bersifat absolut, abadi dan kekal, bukan kesenangan karena kesenangan hanyalah sekadar memuaskan nafsu badaniah semata. Lalu dari mana kebahagiaan terbentuk?

Dalam konsep Plato, dibandingkan dengan makhluk lain, manusia mempunyai esensi atau bentuk yang tidak sederhana, akan tetapi manusia tersusun dari beberapa elemen yang mengimbangi berbagai kapasitas atau fungsi lainnya. Kemampuan untuk berpikir merupakan kapasitas dan fungsi yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Elemen akal ini merupakan hal yang paling penting. Elemen lainnya terdiri dari nafsu badaniah, yakni hasrat dan kebutuhan dan elemen rohani yang terungkap dalam bentuk emosi, seperti kemarahan, ambisi, kebanggaan, kehormatan, kesetiaan, dan keberanian.

Ketiga elemen tersebut yang terdiri dari akal, rohaniah dan nafsu badaniah disebut dengan jiwa tripartit. Rasa kebahagiaan manusia sebagai kebaikan tertinggi bersumber dari sifat-sifat alaminya yang berfungsi sebagai penyeimbang dari pemenuhan kebutuhan ketiga elemen yang membentuk manusia. Oleh karena itu, karena memiliki jiwa tripartit inilah maka kebaikan tertinggi bagi manusia adalah rasa tenteram atau kebahagiaan. Kebahagiaan didapat dari tiga pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan dan kendali akal. Dari ketiga elemen tersebut penggunaan akal sebagai sarana berpikir adalah yang paling penting dalam esensinya sebagai manusia. Dalam hierarki berada pada tingkat tertinggi. Nafsu badaniah berada pada tingkatan paling rendah, sedangkan elemen rohaniah berada pada tingkatan menengah. Inilah yang dikenal sebagai teori diri atau kepribadian tripartit milik Plato.

            2.4.3 Harmoni Tripartit

Dengan demikian dari ketiga elemen tidaklah boleh dihilangkan atau diabaikan salah satunya dalam mencapai kebahagiaan. Harmoni atau keseimbangan pemenuhan di antaranya dengan akal sebagai pengarah rohani dan nafsu maka seseorang bisa memuaskan sifat alami manusia yang kompleks. Dan jika setiap elemen mampu berfungsi dalam kapasitas dan perannya masing-masing sesuai dengan bangunan diri, maka kehidupan orang seperti ini bisa dikatakan bijak dan mengalami keadilan jiwa. Penggabungan kepribadiannya menjadi ketenteraman dan kebahagiaan. Keharmonian di antara elemen rasional dan tak rasional jiwa inilah yang harus dipahami, karena berkaitan dengan sikap moral, moralitas seseorang.

Sebagai gambaran misalkan ketika fungsi-fungsi akal terpenuhi sebagai pengendali elemen jiwa lain, maka akal akan menampilkan kebajikannya, yakni dalam bentuk kebijaksanaan. Pada saat elemen roh menunjukkan fungsi kebencian, ambisi, maupun heroiknya dalam batas-batas tertentu, maka elemen ini menunjukkan bentuk keberanian. Berani dalam cinta, perang, maupun dalam persaingan. Elemen nafsu yang menampilkan fungsinya secara benar, maka akan menunjukkan kebajikan karakternya, yakni kendali diri. Yakni dengan menjaga kepuasan jasmaniah pada batas-batasnya. Keseimbangan ketiga karakter kebajikan tersebutlah yang mampu mengantar pada ide kebahagiaan.

Plato menganalogikan dengan jelas tentang fungsi dan peran ketiga elemen dengan analogi lain. Misalkan elemen akal adalah manusia, elemen roh adalah singa, dan elemen nafsu badaniah adalah naga berkepala banyak. Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara membujuk singa agar membantu manusia menjaga naga hingga tetap dapat diawasi? Tentu saja dengan peran sebagai ‘pawang’ manusia harus mampu menjaga harmoni serta mengendalikan singa dan naga. (Mata dari berbagai sumber).

2.5 AJARAN – AJARAN PLATO

2.5.1 Ajaran Tentang Idea

   Ajaran tentang idea – idea merupakan inti dasar seluruh filsafat Plato. Baginya, Idea merupakan sesuatu yang objektif. Ada idea – idea terlepas dari subjek – subjek yang berfikir. Idea – idea tidak diciptakan oleh pemikiran kita. Idea tidak bergantung pada pemikiran, sebaliknya pemikiran tergantung pada idea – idea. Justru karena ada idea – idea yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhaian kaepada idea – idea.

Plato menerusakan usaha Socrates (menentukan hakekat atau esensi sesuatu) dengan melangkah lebih jauh lagi. Menurutnya, esensi itu mempunyai realitas, terlepas dari segala perbuatan konkrit. Idea keadilan, idea keberanian, dan idea lain memang ada.

Menurut Plato, ada dua macam dunia, yaitu dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indra. Pada taraf ini, haris diakui bahwa semuanya tetap berada dalam keindahan. Dunia yang kedua yaitu dunia idea, dunia yang terdiri dari idea-idea, dimana tiada perubahan, tiada kejamakan, (bahwa yang baik hanya satu, yang adil hanya satu) dan bersifat kekal.

Hubungan antara kedua dunia itu adalah bahwa idea-idea dari dunia atas itu hadir dalam benda konkrit (seperti idea manusia berada pada tiap manusia, dan seterusnya) dan bahwa sebaliknya benda-benda itu berpartisipasi dengan idea-ideanya, artinya mengambil bagian dai idea-ideanya. Dalam Politeia, ia mengatakan bahwa antara idea-idea terdapat suatu orde atau hirarki. Seluruh hirarki itu memuncak dengan idea ’yang baik’. Itulah idea tertinggi yang menyoroti semua idea lain.

            2.5.2 Ajaran Tentang Jiwa

Plato mengangap jiwa sebagai pusat atau intisari kepribadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Plato tidak saja dipengaruhi oleh Socrates, tetapi juga oleh Orfisme dan mazhab Phytagorian. Plato berkeyakinan teguh bahwa jika manusia bersifat baka. Keyakinan ini bersangkut paut dengan ajaran-ajaran tentang idea-idea. Salah satu argumen penting adalah kesamaan yang erdapat antara jiwa dan idea-idea. Jiwa pun mempunyai sifat-sifat yang sama seperti terdapat pada isea-idea.

Jiwa dan tubuh dipandang sebagai dua kenyataan yang harus dibedakan dan dipidahkan. Jiwa berada sendiri. Bagiannya (atau fungsinya) ada tiga yaitu,

  • Bagian rasional yang dihubungkan dengan kebijaksanaan.
  • Bagian kehendak atau keberanian yang dihubungkan dengan pengendalian diri
  • Bagian keinginan atau nafsu yang dihubungkan dengan pengendalian diri

Disamping itu ada lagi keadilan yang tugasnya ialah keseimbangan antara ketiga bagian tersebut.

Dalam Timaios, Plato menghidangkan kosmologinya. Disini ia membandingkan jagad raya sebagai makrokosmos dan manusia sebagai mikrokosmos. Dengan itu ia mengambil alih suatu prinsip yang sudah tertanam kuat dalam tradisi Yunani sejak Anaximenes. Sperti manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, demikian pun dunia merupakan suatu makhluk hidup yang terdiri dari tubuh dan jiwa. Jiwa dunia diciptakan terlebih dahulu daripada jiwa-jiwa manusia.

            2.5.3 Ajaran Tentang Etika

Bagi Plato, tujuan hidup manusia ialah kehidupan yang senang dan bahagia. Manusia harus mengupayakan kesenangan dan kebahagiaan hidup itu. Menurutnya, kesenangan dan kebahagiaan hidup itu bukanlah pemuasan hawa nafsu selama hiduo di dunia indrawi. Plato konsekuen dengan ajarannya tentang dua dunia. Karena itu, kesenangan dan kebahagiaan hidup haruslah dilihat dari hubungan kedua dunia itu.

Sebagaiman yang telah dikemukakan sebelumya, dunia yang sesungguhnya bagi Plato adalah dunia ide. Sedangkan segala sesuatu yang ada di dunia indrawi hanyalah merupakan realitas bayangan. Selama manusia berada di dunia inderawi, ia senantiasa rindu untuk naik ke atas, ke dunia ide. Maka selama ia hidup, ia harus memilki pengetahuan yang disempurnakan oleh pengertian yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Ia harus mengupayakan semaksimal mungkin untuk meraih pengetahuan yang benar., karena hanya orang yang memiliki pengetahuan yang benar yang disebut bijaksana dan berbudi baik. Pemahaman lewat pengetahuan yang benar itu akan menuntun mereka yang bijaksana dan berbudi baik sampai pada pengenalan terhadap ide-ide yang merupakan kebenaran sejati. Mereka akan senantiasa berupaya untuk menghadirkan dunia ide dengan dunia ide tertingginya yaitu ide kebaikan dan kebajikan di tengah-tengah dunia indrawi.

Dengan semikian jelas terlihat bahwa etika Plato adalah etika yang didasarkan pada pengetahuan, sedangkan pengetahuan hanya mungkin diraih dan dimiliki lewat dan oleh akal budi, maka itulah sebabnya etika Plato disebut dengan etika rasional.

            2.5.4 Ajaran Tentang Negara

Filsafat Plato memuncak dalam uraian-uraiannya mengenai negara yang dilatar belakangi dari pengalaman yang pahit dalam politik Athena. Menurut Plato ada hubungan erat antara ajarannya tentang etika dan teorinya tentang negara. Hidup yang baik menuntut juga negara yang baik.

Selain Politea dan Nomoi ada karya ketiga lagi, dimana Plato membicarakan persoalan-persoalan yang bertalian dengan negara. Yaitu dialog yang berjudulPolitikos. Dialog ini terdiri dari sepuluh buku atau bagian. Pokok-pokok yang diselidiki di dalamnya adalah ’keadilan’.

Plato menunjukkan kecenderungan manusia sebagai makhluk sosial untuk memenuhi kebutuhannya sehingga diperlukan adanya ’spesialisasi’ (pembagian bidang masing-masing). Secara konsekuen Plato berpendirian juga bahwa hanya segolongan orang saja harus ditugaskan melakukan perang untuk keamanan.

Menurut Plato, negara yang ideal terdiri dari tiga golongan :

  1. Golongan Bawah, yaitu golongan rakyat jelata, yang merupakan petani, tukang dan saudagar. Kerja mereka adalah menghasilkan keperluan sehari-hari bagi ketiga golongan. Mereka merupakan dasar ekonomi bagi masyarakat. Karena mereka menghasilkan mereka tidak boleh ikut serta dalam pemerintahan. Seabagai golongan ayang berusaha mereka boleh mempunyai hak milih dan harta boleh berumah tangga sendiri.
  2. Golongan tengah, yaitu penjaga atau pembantu dalam urusan negara. Tugas mereka adalah mempertahankan negara dari serangan musuh. Dan menjamin supaya undang-undang dipatuhi oleh rakyat. Dasr kerjanya mengabdi kepada negara. Oleh karena itu mereka tinggal bersama dalam asrama dan tidak boleh berkeluarga. Hidup mereka didasarkan atas perbaikan jenis manusia dan hubungan mereka dengan perempuan diatur oleh negara dengan pengawasan yang rapih. Anak yang lahir dari hubungan mereka dipugut dan dididik oelh negara. Anak itu tidak tahu saiap bapaknya dan siapa ibunya. Semua anak yang lahir mengaku satu sama lain bersaudara berkakak adik. Taip orang alaki-laki dipandang bapak dan tiap wanita dipandang ibu. Dengan begitu diharapkan akan timbul rasa persaudaraan antara segala manusia
  3. Golongan Atas, yaitu kelas pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang cakap dan terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan yang spesial. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaanya. Mereka memangku jabatan yang tertinggi. Selain itu mereka mempergnakan waktu luang untuk memperdalam filosofi dan ilmu pengetahuan tentang idea kebaikan. Mereka harus menyempurnakan budi yang tepat bagi golongan mereka yaitu budi kebijaksanaan. Dalam negara yang ideal golongan pengusaha menghasilkan tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga melindungi tapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai di beri makan dan dilindungi dan mereka memerintah. Ketiga macam budi yang dimiliki masing-masing golongan yaitu bijaksana berani dan menguasai diri dapat menyelenggarakan dengan kerja sama budi keempat bagi masyarakat yaitu keadilan

Keadilan adalah keutamaan yang memungkinkan setiap golongan dan setiap warga untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Sebagaimana dalam jiwa, keadilan mengakibatkan bahwa ketiga bagian jiwa berfungsi dengan seimbang dan selaras.

Plato berpendapat bahwa dalam negara dimana terdapat undang-undang dasar, bentuk negara yang paling baik adalah monarki, bentuk negara yang kurang baik adalah aristokrasi,dan bentuk negara yang paling buruk adalah demokrasi. Tetapi jika tidak ada undang-undang dasar harus dikatakan sebaliknya. Maksudnya adalah bahwa dalam negara dimana tidak ada undang-undang, demokrasi itu dapat menghindarkan adanya kekuasaan negara yang disalahgunakan.

2.6 KARYA – KARYA PLATO

            2.6.1 Otentitas

Tentang karya-karya yang otentisitasnya masih merupakan objek diskusi, Taylor cenderung berfikir bahwa beberapa diantaranyadan barangkali semua betul-betul buah pena Plato. Tentang Hippias dan Menexinos misalnya kita mempunyai data-data yang menyatakan bahwa Aristoteles sudah mengandaikan kedua dialog ini ditulis oleh Plato.

          Diskusi mengenai otentisitas ketiga belas surat yang dikenakan kepada Plato, tidak boleh diremehkan karena surat-surat itu merupakan dokumen-dokumen utama yang kita miliki mengenai riwayat hidup Plato. Dan justru surat-surat ini memuat informasi terbanyak mengenai Plato.

            2.6.2 Kronolgi

Bagaimana urutan kronologis karya-karya Palato? Mulai dari Friedrich S (1768-1834), banyak sarjana telah mengupayakan suatu pemecahan mengenai masalah kronologi ini. Berbagai metodetelah dicoba yang memberikan hasil-hasil yang berlainan. Pada pertengahan abad ke-19, sarjana Inggris L. Campbell mengusulkan suatu metode yang membawa hasil, metode ini disempurnakan lagi oleh beberapa sarjana Jerman dengan menyelidiki secara terperinci gaya bahasa Plato.

Beberapa data mengizinkan kita menarik kesimpulan tentang salah satu dialog, misalnya kita tahu bahwa Theaitetos harus ditempatkan tidak lama sesudah tahun 369. Dengan mempergunakan semua data itu, kita dapat membagikan dialog-dialog Plato atas empat periode, yaitu:

  1. Apologia, Kriton, Eutyphron, Lakhes, Kharmides, Lysis, Hippias, Minor, Menon, Gorgias, Protagoras, Euthydemos, Kratylos, Phaidon, Symposion. (Beberapa ahli menyangka bahwa salah satu dari dialog ini sudah ditulis sebelum kematian Socrates, tetapi kebanyakan berfikir  bahwa dialog pertama tidak lama ditulis sesudah kematian Socrates)
  2. Kedua, karya yang ditulisnya dalam masa yang terkenal sebagai masa peralihan. Masa itu disebut juga masa Megara yaitu waktu Plato tinggal sementara di Megara. Dialog-dialog yang diduga ditulisnya dalam masa itu adalah Gorgias, Kratylos, Menon, Hippias, dan beberapa lainnya. Persoalan yang diperbincangkan disittu kebanyakan mengenai pertentangan politik dan pandangan hidup.
  3. Ketiga, karyanya disiapkan dimasa matangnya. Tulisannya yang terkenal dari waktu itu dan kesohor sepanjang masa ialah Phaidros, Symposion, Phaidon dan Politeia buku II-X. Ajaran tentang idea menjadi pokok pikiran Plato dan menjadi dasar teori pengetahuan, metafisika, fisika, psikologi, etik, politik, dan estetik. Terutama dalam Phaidros tentang perkembangan pikiran ini. Berdasarkan pandangan agama yang terpengaruh oleh ajaran Orfisme dan Phythagoras, Plato menggambarkan sifat dan nasib jiwa manusia. Jiwa itu senantiasa melayang antara tempat tianggalnya yang baka dilangit dan tubuh-tubuh yang ada di dunia ini. Penyudahan buku Politeia (republik), yang mulai dikarangnya dalam masa mudanya dan yang menjadi tujuan kerjanya yang terutama terjadi dalam masa ini. Dalam buku sambungannya itu plato menyudahkan gambaran pendapatnya tentang negara yang ideal.
  4. Keempat, karya yang ditulisnya pada hari tuanya. Dialog=dialog yang dikarangnya di masa itu sering disebut Theaitetos, Parmenides, Sophistos, Politicos, Philibos, Timaios, Kritias dan Nomoi. Ada sesuatu perubahan dalam uraian pada masa itu. Idea yang biasanya meliputi seluruhnya, terletak sedikit belakang. Kedudukan logika lebih terkemuka. Perhatian kepada kepada keadaan yang lahir dan kejadian dalam sejarah bertambah besar. Untuk memahamkan isi Taimaios seluruhnya orang harus mempunyai pengetahuan lebih dahulu tentang ilmu-ilmu special, terutama ilmu alam dan ilmmu kesehatan. Timaios boleh dikatakan suatu ajaran teologi tentang lahirnya dunia dan pemerintah dunia.

Paham Plato tentang pembentukan dunia ini berdasarkan pada pendapat Empedokles, bahwa aalam ini tersusun dari empat unsur yaitu api, udara, air, dan tanah, tetapi tentang proses pembangunan seterusnys berlainan pendapatnya. Menurut Plato, tuhan sebagai pembangun alam menyusun unsur yang empat itu dalam berbagai bentuk menjadi satu kesatuan kedalam bentuk yang satu itu tuhan memasukkan jiwa dunia yang akan menguasai dunia ini. Karena itu, pembangunan dunia ini sekaligus menentukan sikap hidup manusia dalam dunia ini.
Hampir semua dialog yang dikarang Plato adalah campuran antara Filosofi, Puisi, Ilmu dan Seni. Dan uraian ayang berupa percakapan dengan bersoal-jawab itu dibuanya dengan kata-kata sindiran dan kiasan serta dongeng yang berisikan teladan. Fakta dan mitos kadang-kadang bercampur-campur dalam lukisan criteria bertukar pikiran. Sebab itu orang tak mudah mengerti apa yang dimaksudnya, sekalipun gaya katanya indah sekali.

Dalam tahun-tahun terakhir ini karangan Plato juga diselidiki dengan menggunakan komputer. Terutama Prof. L. Brandwood dari University of Manchester (Inggris) sangat giat dalam bidang ini. Hasil definitif belum diketahui. Tetapi sudah nyata bahwa diskusi mengenai otentisistas Surat VII dihidupkan kembali berdasarkan penyelidikan baru ini.

Banyak sekali karyanya yang masih utuh lengkap.Pada umumnya tulisannya disusun dalam bentuk dialog. Barangkali karena pengaruh Socrates, yangkelihatannya memegang peranan pentingdalam karya-karyanya. Begitu penting tempat yang diberikan kepada Socrates (serng dijadikan tokoh utama), sehingga karya-karya Plato itu dapat dipandang sebagai monumen bagi Socrates. Dari segala karyanya dapat diketahui bahwa Plato kenal para filsuf yang mendahuluinya. Seperti Herakleitos, Pythagoras, para filsuf Elea, terlebih para kaum sofis.

Perbedaan antara Socrates dan Plato adalah bahwa Socrates mengusahakan adanya definisi tentang hal yang bersifat umum guna menentukan hakikat atau esensi segala sesuatu, karena ia tidak puas dengan mengetahui hanya tindakan-tindakan satu persatu saja. Sedang Plato meneruskan usaha itu secara lebih maju lagi dengan  mengemukakan bahwa hakekat atau esensi segala sesuatu bukan hanya sebutan saja, tetapi memiliki kenyataan, yang lepas daripada sesuatu yang berada secara konkrit, yang disebut idea. Idea-idea itu nyata adanya, di dalam dunia idea.

BAB III

PENUTUP

 

  • KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Filsafat yunani memang tidak mulai dengan Plato, namun yang jelas ialah bahwa pada Plato manusia diberi perhatian sepenuhnya. Secara umum definisi filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena seluruh kehidupan dan pemikiran manusia yang kritis kemudian dijabarkan dalam konsep yang mendasar. Pengertian umum (definisi) menurut Plato sudah tersedia di alam idea. Menurut pemikiran falsafahnya, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan daria dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanyalah tiruan merupakan tiruan dari yang asli, yaitu idea.

Dalam kehidupannya Plato selalu berkarya. Adapun karya-karyanya itu adalah berupa tulisan. Plato mulai mengarang buku dimulai sekitar tahun 380 SM, berlangsung sampai pada ajalnya. Seluruh tulisan Plato yang dipublikasikan tersimpan, disampinh sebagian dari tulisan-tulisan lainnya tentang dia yang tidak sepenuhnya benar. Adapun tentang apa saja yang dia ucapkan dalam kuliah-kuliahnya, tidak ada yang tersimpan. Tulisan-tulisan Plato dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu tulisannya pada saat masih muda. Sudah setengah tua dan sudah tua.

Disamping itu karya-karya Plato memiliki beberapa sifat atau cirri khusus.Yang pertama bersifat Sokratik artinya secara tidak langsung Plato membuat monument untuk gurunya lewat karya-karyanya.Yang kedua bersifat dialog,disini Plato selalu menuangkan karya-karyanya dalam bentuk dialog.Dan menurut Aristoteles,dalam memberikan pelajaran Plato tidak pernah mengacu pada buku atau sistematis,dia lebih suka memberikan diskusi-diskusi.Yang ketiga bersifat mitos artinya dalam karyanya Plato berusaha menyeimbangkan antara mitos-mitos yang ada dengan ilmu-ilmu filsafat. Yang keempat bersifat lisan artinya sama dengan bersifat dialog.

Plato merupakan salah satu tokoh filsafat (filsuf) yang sangat berpengaruh. Hasil pemikirannya memberi peran yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan hingga sekarang. Ajaran-ajaran Plato antara lain mengenai idea, jiwa, etika, negara, dan lain-lain. Plato adalah murid Socrates dan juga guru dari Aristoteles yang mengajarkan tentang idea yang bersifat objektif, dimana idea kebaikan dan kebajikan adalah idea yang tertinggi.

Puncak karya filsafatnya adalah mengenai ajarannya tentang negara. Secara umum ajarannya tentang negara yang ideal terdiri dari tiga golongan yaitu :

  1. Golongan yang tertinggi, yang terdiri dari orang-orang yang memerintah yang disebut penjaga yang sebaiknya terdiri dari orang bijak (filsuf). Kebajikan golongan ini adalah kebijaksanaan.
  2. Golongan pembantu, yaitu para prajurit yang bertujuan menjaga keamanan dan menjamin ketaatan warga negara untuk taat kepada para pemimpin (penjaga). Kebajikan mereka adalah keberanian.
  3. Golongan terendah, yang terdiri dari rakyat biasa, para petani dan tukang serta para pedagang yang harus menanggung hidup ekonomi negara. Kebajikan mereka adalah pengendalian diri.

 

 

 

Daftar Pustaka

  • Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila. Yogyakarta. Paradigma
  • Surajiyo. 2009. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta. PT Bumi Aksara.
  • der weij, Van. 2000. Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia. Yogyakarta. Kanisius

Diakses : 3 Desember 2011

Diakses : 3 Desember 2011

Diakses : 3 Desember 2011

Diakses : 3 Desember 2011