FENOMENA KONVERSI AGAMA DI BALI

Posted: 15 Januari 2015 in semester 2 pendidikan agama hindu 2012

BAB I

PENDAHULUAN


  • LATAR BELAKANG

Pindah agama atau konversi agama sudah sering terdengar di telinga masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini konversi agama yang terjadi karena propaganda oleh suatu agama hal itu identik dengan kejahatan agama dan atau kejahatan teologis. Konversi agama yang terjadi pada seseorang yang disebabkan karena benar – benar dorongan dari dalam adalah sebuah panggilan karma.Tetapi konversi agama yang disebabkan oleh pengaruh luar seperti propokasi, olok – olok dari pihak lain, seperti adanya propaganda dari para misionaris merupakan kejahatan agama yang patut disayangkan.

Sesungguhnya tidak ada agama yang baik dan tidak ada agama yang buruk kecuali jika dilihat dari tindakan dan pola tingkahlaku dari para penganut agama tersebut.sesungguhnya yang terpenting adalah bagaimana seseorang itu dapat melihat bahwa tidak hanya agama yang dianutnya saja, yang dibutuhkan oleh sebagian manusia lainnya. Konversi agama tidak hanya terjadi pada masa modern saja tapi sudah ada sejak abad ke -14 ( konversi raja Kutai ) dan abad ke-19 di Bali, dimana pada jaman ini konversi agama terjadi melalui perang . dalam hal ini perang dalam arti keras berupa perang fisik, bentrok fisik, dan perang dalam arti lembut seperti perang ideology, teologi, tekhnologi, dan ekonomi.

Jika dahulu konversi agama dilakukan dengan perang senjata, kontak fisik, namun kini pada jaman modern melalui buku, surat kabar, masalh, brosur, serta kecerdasan intelektual, dan senjata yang paling ampuh adalah uang karena pada jaman modern ini tentu tidak aka nada orang yang menolak uang. Nah sekarang bagaimana dengan Hindu? Apakah kita telah merasakan hal tersebut? Apakah kita sudah menyiapkan senjata untuk bertempur dengan paramisionaris atau hanya terdiam dan meninabobokan hal ini agar tidak menjadi hal besar dan semakin mendesak agama hindu?

  • RUMUSAN MASALAH
  1. Apa faktor pedorong terjadinya konversi agama?
  2. Bagaimana proses terjadinya konversi agama di Bali?
  3. Bagaimana implikasi konversi agama terhadap Bali?
  • TUJUAN PENULISAN
  1. Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya konversi agama
  2. Untuk mengetahui proses terjadinya Konversi agama di Bali.
  3. Untuk Mengetahui dampak terhadap perubahan budaya Bali akibat konversi agama.

BAB II

PEMBAHASAN


 2.1 Faktor pendorong terjadinya konversi agama

Terjadinya konversi agama terjadi karena beberapa hal diantaranya :

2.1.1 Ketidakpuasan atas system adat dan agama.

            Sejak dulu sebagian kecil masyarakat Bali menunjukkan ketidakpuasan terhadap sistem adat dan agama. Selain itu, kelompok – kelompok yang ada di masyarakat memperlihatkan kepekaan yang berbeda terhadap doktrin keagamaan tertentu. Kerumitan banten yang dikaitkan dengan ekspresi keimanan, aturan adat yang kaku serta tidak adanya kelonggaran bagi anggota masyarakat untuk menjalankan ajaran agama menjadi keluhan yang belum terjawab. Hal ini menimbulkan goncangan sosial yang pada akhirnya menimbulkan anomi. Para penderita deprivasi ekstrim dan anomi memperlihatkan daya tanggap yang besar terhadap agama yang mengkhotbahkan pesan keselamatan.

2.1.2 Krisis individu.

           Manusia kerap mengalami krisis yang disebabkan oleh banyak hal seperti kondisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup, keretakan keluarga, perceraian, korban kekerasan atau perasaan berdosa karena merasa telah melakukan perbuatan tercela. Orang yang mengalami krisis cenderung mencari nilai baru, guna mendapatkan pemecahan dari persoalan yang dihadapi. Agama Kristen termasuk agama yang menawarkan pesan keselamatan yang membawa seseorang pada rasa damai sejahtera. Perpindahan agama diharapkan mampu membawa perubahan dalam hidupnya.

2.1.3 Ekonomi dan lingkungan sosial.

           Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab seseorang pindah agama. Meletusnya Gunung Agung tahun 1963 diiringi dengan gelombang wabah dan kegagalan panen menimbulkan paceklik hampir di seluruh Bali. Hal itu dimanfaatkan oleh badan misi Kristen untuk memberikan bantuan seperti gandum dan alat-alat dapur maupun memberikan keahlian dengan tujuan imbalan masuk Kristen. Selain itu, banyak orang Bali karena belitan kemiskinan bersedia masuk Kristen dengan harapan mendapatkan bantuan dan terjadi peningkatan ekonomi. Kristen memiliki lembaga ekonomi yang mapan yakni Maha Bhoga Marga (MBM) yang memberikan kredit ringan bahkan bantuan Cuma Cuma untuk peningkatan ekonomi masyarakat kecil. MBM berdiri sejak 15 Januari 1963 yang pendanaannya berasal dari diakonia (dana yang terhimpun dari umat Kristen). Selain itu masih banyak lembaga sosial yang memiliki misi serupa, selain badan penyiaran seperti radio Kristen.

2.1.4 Pengaruh ilmu kebatinan, Kehausan rohani dan janji keselamatan.

           Ilmu kebatinan yang diajarkan Raden Atmaja Kusuma di Singaraja menjadi loncatan awal bagi kekristenan di Bali. Ajaran mistik ini sepintas mirip dengan ajaran Kristen di mana pencapaian spiritual dapat dicapai dengan pencerahan rohani, bukan dengan upacara yang besar. Umat Hindu yang mengalami kehausan rohani dulunya memang sulit mendapatkan jawaban, karena sedikitnya tokoh yang bisa memberikan pelayanan rohani.

2.1.5 Keretakan keluarga dan urbanisasi.
Keluarga yang tidak harmonis mendorong terjadinya konversi. Anggota keluarga yang merasa terlempar dari ikatan keluarga dan merasa sebatang kara tanpa ada yang memperhatian cenderung akan mencari komunitas baru yang dapat dijadikan tempat untuk berbagi dalam kehidupannya.

2.1.6 Perkawinan dan urutan kelahiran dalam keluarga.

           Perkawinan seringkali menimbulkan terjadinya konversi agama. Wanita Bali yang kawin dengan pria Kristen sebagian besar akan mengikuti agama suami karena sistem patrialistik dari masyarakat Bali. Namun tidak sedikit justru pria Hindu yang mengikuti agama calon istrinya. Selain itu, urutan kelahiran dalam keluarga sangat berpengaruh. Di mana anak laki-laki yang bukan merupakan pewaris keluarga lebih mudah untuk beralih agama karena tidak terikat tanggung jawab dalam keluarganya. Juga mereka bukan penanggung jawab utama baik dalam melakukan pengabenan bagi orang tuanya maupun mengurus sanggah dan warisan keluarga.

2.1.7 Kegiatan penginjilan yang agresif.

           Kristen memang merupakan agama missioner. Tugas penginjilan bukan hanya dilakukan oleh penginjil profesional, tetapi juga oleh seluruh gereja dan jemaat. Banyak warga yang masuk Kristen karena kegiatan penginjilan yang mempropagandakan kehidupan yang lebih baik.

2.1.8 Lemahnya pemahaman teologi (Brahmavidya).

Masyarakat Hindu di Bali yang menjalani agama cenderung dengan berbagai upacara menyebabkan teologi tidak mendapatkan tempat yang layak dalam pelajaran agamanya. Ketidaktahuan ini tentu saja merugikan dialog antar pemeluk agama maupun dengan penginjil yang memang mapan dalam berdebat. Delapan factor utama diatas  sesungguhnya berpangkal pada lemahnya pemahaman atas ajaran Hindu, sehingga para converts dengan mudah meninggalkan Hindu.

2.1.9 Dialog yang intensif

Delapan faktor utama itu ternyata tidak berdiri sendiri, melainkan konversi terjadi karena akumulasi banyak faktor. Dari penelitian yang dilakukan, salah satu konversi bisa terjadi karena perkawinan, ditambah dengan adanya dialog yang intensif dan pembelajaran serta lemahnya pemahaman atas agama Hindu.

Atau dengan terjadinya krisis individu yang tidak mendapatkan jawaban dalam pandangan hidup lama, ditambah dengan lemahnya pemahaman teologi dan kuatnya daya tarik komunitas Kristen yang tidak mengenal sanksi baik moral maupun material seperti dalam sistem adat Bali. Namun sebagian besar converts mengakui tidak pernah belajar Hindu secara baik dan tidak memahami teologi Hindu.

Hampir tidak ada konversi yang terjadi tanpa didahului dialog dengan mempertanyakan agama lama dan keunggulan agama Kristen. Dalam dialog dengan pemahaman yang minim, penganut Hindu memang sering kewalahan dengan umat Kristen yang dengan jelas mampu memaparkan keimanan, ibadah maupun teologi kekristenan. Olehnya sudah selayaknya para pemuka Hindu, majelis Hindu maupun tokoh-tokoh Hindu memikirkan penanaman teologi dan pentingnya dialog dalam pergaulan di era global yang tidak dapat dihindari ini.

 

2.2 Proses terjadinya konversi agama di Bali

2.2.1 Proses penerimaan Keyakina baru

Penerimaan warga Bali terhadap kekristenan lebih banyak karena terjadi goncangan, baik goncangan social maupun dari dalm diri berupa krisi individu. Jarang terjadi kasus yang mana seseorang langsung memutuskan untuk beralih kepercayaan tanpa suatu proses yang panjang. Sebagian pula terjadi tanpa krisis tetapi dengan debat teologis antara pemeluk Hindu dan pemeluk Kristen. Dalam debat ini, keimanan masing-masing dipertanyakan, baik secara rasional maupun faktor rohaniah.

Secara umum seseorang atau sekelompok orang awalnya mengalami krisis dan persoalan dalam hidupnya, hali tersebut menimbulkan kegamangan. Dalam kondisi ini tidak sedikit yang mempertanyakan kebenaran agama yang dianut serta Tuhan yang dipuja. Krisis ini akan mempertanyakan keberadaan Tuhan dan kebenaran yang dianut. Akhirnya terbuka ruang untuk nilai-nilai baru atau hal baru dalm hidupnya. Seseorang atau sekelompok orang ingin mendapatkan makna baru dalam hidup sekaligus komunitas baru yang membuatnya nyaman. Sampai disini pun merupakan proses yang penting baik berupa penerimaan maupun penolakan terhadap ajaran atau nilai baru yang dikenal atau ditawarkan.

Proses ini lebih banyak berupa debat teologis yang akhirnya mempertanyakan agama lama yang dianut dan komunitas lama, sehubungan dengan krisis dan persoalan yang dihadapi. Debat ini berakhi pada penerimaan terhadap konsep baru yang berupa harapan keselamatan yang ditawarkan oleh agama Kristen. Selain itu, perbedaan komunitas Kristen dan pola kerjasama dalam desa adat menjadi daya tarik tersendiri. Pada termin ini tak jarang komunitas Kristen dianggap memiliki keunggulan cultural yang memungkinkan seseorang dihargai dan diterima.

2.2.2 Pola Penerimaan dan pembinaan umat Kristen

Sama seperti agama lainnya, masuknya seseorang ke agama Kristen melewati suatu proses tertentu. Dalam Kristen dikenal dengan upacara pembabtisan dan sidi, yang diawali dengan proses katekisasi. Awal kekeristenan di Bali, pembabtisan yang umum dilakukan yakni dengan babtis selam. Pembabtisan yang paling terkenal dan menggemparkan adalah pembabtisan di Tukad Yeh Poh, dimana para penganut Kristen baru itu melewati doa pembabtisan dan kemudian dibenamkan di ai sungai yang mengalir. Selain itu juga ada babtis yang dilakukan dengan cara dibenamkan dalam bak besar yang sengaja disiapkan untuk itu.

Pola pembinaan kepada umat Kristen yang bau menjadi anggota jemaat gereja juga berlangsung sistematis. Para calon babtis diberi pelajaran selama tiga bulan terdiri dari penjelasan agama Kristen, tetntang peengertian, maksud dan tata cara ibadah serta teologi Kristen tentang siapa saja yang dipuja dalam agama Kristen. Semua penjelasan ini dibuat dengan sederhana. Mudah dipahami, rasional dan memperkuat keimanan. Katekisasi kadang berlangusung lebih lama, guna meempersiaplkan seseorang untuk masuk Kristen. Semua penjelasan ini dibuat dengan sederhana, mudah dipahami, rasional dan memperkuat keimanan. Katekisasi kadang berlangsung lebih lama, guna mempersiapkan seseorang untuk masuk Kristen. Para calon babtis ini disebut Katekis atau Kerekumen. Setelah pelajaran dianggap cukup, barulah seseorang akan dibabtis untuk disahkan menjadi Kristen. Babtis dewasa ini langsung dirangkaikan dengan sidi yakni pengukuhan dewasa seorang Kristen.

 

2.2.3 Skenario Konversi Agama di Bali

Skrenario Konvesi Agama secara umum terdiri atas masa perintisan, Masa penggarapan ladan misi dan pendirian gereja dan pembinaan umat. Masa penggarapan mereka bukan hanya membawa Injil dan berita gembira tetapi juga disertai dengan tenaga medis, pendirian sekolah maupun jangkauan ekonomi. Masa pendirian gereja dan pembinaan umat, tetapi misi terus berjalan dengan sumber daya yang lebih besar serta membangun media komunikasi yang intentif.
Masa perintisan tertdiri atas pengiriman ilmuwan kebali untuk mempelajari atau meneliti adat istiadat Bali guna membukakan jalan bagi penginjilan. Pengiriman tenaga penginjilan untuk menyelidiki keadaan dengan menyamar sebagai touris. Mereka ini kadangkala sebagai pekerja tetapi sesungguhnya pekerja Kristen paruh waktu. Pengiriman tenaga professional sebagai pekerja keliling terutama menjual injil dan literature Kristen. Cara kerja ini sangat terorganisir dalam badan misi dunia.

2.3. Implikasi Konversi Agama terhadap Bali

2.3.1 Goncangan Adat akibat Konversi Agama

Keputusan yang diambil oleh sebagian kecil masyarakat untuk berpindah agama dari sebelumnya beragama Hindu ke Kristen Protestan dan Katolik telah mengakibatkan sejumblah kegoncangan, baik di tingkat desa pakraman maupun keluarga. Penghancuran tempat suci (sanggah, pura paibon bahkan pura yang lebih besar) oleh meereka yang masuk Kristen menjadi penyebab ketersinggungan dan kemarahan orang-orang Hindu. Penghancuran ini sebagai bentuk kesetiaan mereka terhadap agama yang baru. Selain itu pemeluk Kristen dilarang mengambil bagian dalam kegiatan adat yang dianggap sebagai kegiatan yang berhubungan dengan penyembahan berhala. Bahkan secara terang-terangan menyebut tempat pemujaan Hindu sebaagai tempat penyembahan berhaala yang harus segera dimusnahkan ketika mereka menerima kekristenan(Sudhiarsa, 1995).

2.3.2 Keretakan Keluarga Akibat Konversi Agama

Keluarga bagi orang Bali bukan saja satu unit kecil masyarakat, namun juga berhubungan dengan sanggah pemujaan yang menjadi tanggungjawab segenap keturunan untuk melanjutkan pemujaan tersebut. Hilangnya salah satu anggota keluarga yang berpindah agama berarti pula semakin sedikit yang memanggul tanggung jawab itu. Dalam sejumlah lembar sejarah kekristenan, disebutkan penganut Kristen pertama di Bali adalah Nicodemus I Gusti Wayan Karangasem yang dibabtis tahun 1873. Keluarganya menganggap dia telah mati karena telah menjadi Kristen. Diduga tidak mampu menanggung akibat karena dikucilkan oleh keluarganya dan banjarnya pada tanggal 8 Juni 1881 ia bersama dua orang lainnya membunuh De Room, penginjil yang merupakan tuannya sendiri. Sejauh mana kebenaran ini, belum banyak yang diketahui, tetapi cerita ini luas dikenal yang mengakibatkan pemerintah Hindia Belanda menutup dan tidak mengijinkan para penginjil bekerja di Bali.

Walau tidak sehebat kisah Nicodemus tersebut, berbagai kegoncangan dalam keluarga juga terjadi akibat konversi agama Keluarga Kristen di Abianbase biasanya menyertakan selurung anggota keluarganya, bahkan banyak yang menyertakan seluruh keluarga besarnya. Seperti yang dilakukaan keluarga besar Sukardja yang termasuk warga Arya Kutawaringin menyertakan seluruh keluarga besarnya diAbianbase yang terdiri dari lima kepala keluarga untuk berpindah agama, sehingga merajan keluarga diambil alih oleh keluarga dari desa lain yang masih beragama Hindu. Tidak ada dengan masalah dengan keluarga besarnya yang lain atas keputusan itu. Masalah akan muncul manakala keputusan perpinddahan agama dilakukan secara pribadi, yang mana keluarga besar pada awalnya akan menentang keputusan itu, bahkan diancam tidak akan diberikan haknya berupa warisan karena telah beragama Kristen.

Akan tetapi karena keputusan untuk meninggalkan Hindu sudah bulat, lama kelamaan pihak keluarga akan mengerti dan bahkan hubungan baik bisa terjalin kembali. Tantangan lebih kecil dihadapi manakala yang masuk Kristen seorang wanita karena mengikuti agama calon suami, karena orang Bali menganut system purusa sehingga dianggap wajar seorang wanita mengikuti agama suaminya. Namun demikian. Sejumlah anggota keluarga tetap keberatan dengan perpindahan itu sehingga memerlukan waktu untuk memberikan pengertian dan menunjukkan kesungguhan. Dalam semangat dan nilai multikulturalismee, perbedaan agama semestinya harus dihargai dan tidak menjadikan seseorang harus terpisah atau berkonflik dengan keluarganya.

2.3.3 Membangun kembali Semangat Kebersamaan

Konversi agama yang telah dimulai sejak tahun 1931 dengan pembabtisan yang dilakukan oleh Rev.R.A. Jaffray, di Sungai Yeh Poh 11 Nopember 1931, tanggal 12 Desember 1932 di Denpasar dan tanggal 1 sampai dengan 2 Desember 1934 di Desa Abianbase menimbulkan persoalan ditingkat desa. Sejak saat itu, masyarakat Abianbase terus bergolak. Walau pelan-pelan masyarakat Abianbase mulai menerima kekristenan, namun hingga tahun 1980-an situasi belumlah benar- benar tentram. Dilandasi dengan pemikiran awalnya desa ini dibangun bersama-sama oleh leluhur dan dengan konsep pesemetonan maka aktivitas saling bantu membantu kembali terwujud, seperti misalnya ada kematian pada warga Hindu, umat Kristen juga turut mengambil bagian dan bersimpati, demikan pula sebaliknya, jika warga Kristen yang mengalami kedukaan, umat Hindu turut membantu prosesi penguburannya. Hali itu juga dilakukan pada berbagai kegiatan lainnya seperti pernikahan, kelahirana anggota keluarga baru dan upacara adat lainnya.

Tokoh lain mengatakan, bahwa terbangunnya kembali kerjasama juga dilandasi oleh wacana multikulturalisme, dimana masyarakat walau berbeda harus hidup rukun dan damai demi mewujudkan kesejahteraan. Pelan-pelan masyarakat melupak terjadinya konflik dan membangun kembali kehidupan yang lebih baik dengan berlandaskan kasih, persaudaraan dan ajaran tat twam asi. Bercermin dari efek negating yang ditimbulkan dari proses yang baru saja dibaptis kemudian menghancurkan tempat ibadah keluarga(sanggah) sebagai bukti kekristenannya dan tidak bersedia turut serta dalam kegiatan aadat, maka para pemuka Kristen menyadari hal itu merupakan kekeliruan. Olehnya ada konsep dan pemikiran berupa upaya meluruskan sejarah kelam kekristenanyakni tidak lagi menghancurkan tempat-tempat ibadah yang dapat menimbulkan ketersinggungan pemeluk Hindu, melainkan dengan cara yang lebih santun.

BAB III

PENUTUP


  • Kesimpulan

Pindah agama atau konversi agama sudah sering terdengar di telinga masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini konversi agama yang terjadi karena propaganda oleh suatu agama hal itu identik dengan kejahatan agama dan atau kejahatan teologis. Konversi agama yang terjadi pada seseorang yang disebabkan karena benar – benar dorongan dari dalam adalah sebuah panggilan karma.Tetapi konversi agama yang disebabkan oleh pengaruh luar seperti propokasi, olok – olok dari pihak lain, seperti adanya propaganda dari para misionaris merupakan kejahatan agama yang patut disayangkan.

Hampir tidak ada konversi yang terjadi tanpa didahului dialog dengan mempertanyakan agama lama dan keunggulan agama. Dalam dialog dengan pemahaman yang minim, penganut Hindu memang sering kewalahan dengan umat yang dengan jelas mampu memaparkan keimanan, ibadah maupun teologi kekristenan. Olehnya sudah selayaknya para pemuka Hindu, majelis Hindu maupun tokoh-tokoh Hindu memikirkan penanaman teologi dan pentingnya dialog dalam pergaulan di era global yang tidak dapat dihindari ini.

  • Saran

Kita sebagai generasi muda khususnya generasi muda Bali hendaknya harus mempunyai koitmen bersama untuk tetap meyakini keyakinan yang telah kita anut dan terima dari orang tua kita. Agar kasus- kasus seperti ini tidak terulang kembali karena bisa saja dapat menimbulkan pertikaian diantara kelompok social tertentu terutama kelompok – kelompok yang mengatasnamakan Agama.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.mediahindu.net/berita-dan-artikel/artikel-umum/58-konversi-agama.html

Komentar
  1. athisa88 berkata:

    artikel yang menarik, salam kenal

    Suka

Tinggalkan komentar